TEMPO.CO, Jakarta - Apakah Anda merasa sudah lolos dari bahaya polusi udara di jalanan ketika sampai di rumah? Sebaiknya periksa lagi kondisi kebersihan ruangan dan peralatan di rumah Anda. Hasil studi yang dimuat di jurnal Science of the Total Environment menunjukkan rumah sebenarnya memiliki beragam sumber polusi udara yang dapat membahayakan kesehatan penghuninya.
Menurut Prashant Kumar, peneliti dari University of Surrey, banyak orang berpikir polusi udara hanyalah pencemaran yang terjadi akibat gas pembuangan kendaraan atau asap kelabu dari pabrik-pabrik. Padahal banyak sekali sumber polusi yang berefek negatif terdapat di dalam rumah dan kantor. “Mengandung residu bahan masakan, sisa cat, pernis, dan spora jamur, udara dalam ruang yang kita hirup lebih tercemar daripada yang ada di luar,” katanya seperti ditulis Eurekalert, 19 April 2016.
Hasil studi pada 2012 menyebutkan polusi udara dalam ruang berkorelasi dengan 4,3 juta kematian di seluruh dunia. Jauh lebih besar efek polusi luar ruang yang berhubungan dengan 3,7 juta kematian. Efek dari penggunaan bahan bakar fosil untuk memasak hingga kontaminasi mikroba pada udara dalam ruang bisa menyebabkan gangguan pernapasan dan mengurangi kemampuan kognitif.
Masyarakat perkotaan berisiko lebih besar mengalami gangguan kesehatan karena 90 persen waktu mereka sehari-hari dihabiskan di dalam ruangan. Kondisi ini berkaitan dengan sick building syndrome, kondisi ketika seseorang menunjukkan gangguan kesehatan akibat udara di dalam ruang yang dihirupnya.
Para penghuni, kata Kumar, sebaiknya dapat mencermati kondisi polusi udara di dalam ruangan sehingga tahu ketika keadaan memburuk. Sensor monitor kecil yang hemat energi bisa dipakai untuk mengumpulkan data real-time dan menginformasikan penghuni ketika level polusi terlalu tinggi. Menurut Kumar, solusi untuk mendapatkan udara yang lebih baik di dalam bahkan bisa sangat sederhana. “Seperti membuka jendela lebar-lebar,” tuturnya.
Dalam riset lain bersama Anju Goel, yang dipublikasikan dalam jurnal Environmental Pollution, awal April lalu, Kumar menunjukkan polusi udara di lokasi perempatan jalan yang diapit bangunan-bangunan dua kali lebih buruk ketimbang persimpangan terbuka. Tingginya konsentrasi pencemaran membuat bangunan-bangunan di perempatan jalan mengandung partikel berbahaya dua kali lebih banyak.
Kondisi ini akan berdampak besar pada perencanaan tata letak kota. Lokasi pembangunan sekolah, perkantoran, hingga rumah sakit seharusnya memperhatikan faktor risiko pencemaran udara di wilayah persimpangan jalan yang bakal diapit bangunan. “Sebagian besar orang tidak memperhatikan apa yang mereka atau anak-anaknya hirup saat duduk di belakang meja ruangan masing-masing setiap pagi,” katanya.
SURREY. AC.UK | SCIENCEDAILY | GABRIEL WAHYU TITIYOGA