TEMPO.CO, Edmonton - Peneliti University of Alberta, Kanada, telah menggali tautan misterius antara kadal purba di Afrika dan komodo, kadal terbesar di dunia yang menjadi hewan endemik Indonesia. Meski berada di belahan bumi yang berbeda, ahli biologi Alison Murray dan Rob Holmes mengatakan keunikan bentuk tulang belakang kadal Afrika dari 33 juta tahun lalu dan komodo yang baru muncul 700 ribu tahun itu menjadi bukti adanya hubungan kekerabatan di antara mereka.
“Fosil kadal Afrika itu ditemukan di permukaan gurun yang tersapu angin,” kata Holmes. “Fosil itu jelaslah berasal dari kadal genus Varanus dan ada lebih dari 50 spesies yang hidup saat ini, termasuk komodo dan kadal besar lainnya.”
Holmes mengatakan fosil tulang kadal yang ditemukan di Afrika itu menunjukkan bahwa kadal itu berukuran sekitar satu setengah meter dan mampu berenang. Kemampuan berenang itu kemungkinan adalah kunci untuk mengetahui bagaimana keturunannya muncul di bagian lain dunia lebih dari 30 juta tahun kemudian.
Holmes mengatakan spesimen Varanus purba Afrika itu ditemukan di bekas dasar sungai atau danau kecil. “Kami tak tahu apakah binatang itu hidup di air atau daerah sekitarnya, tapi kami tahu bahwa beberapa spesies Varanus modern mahir berenang di air tawar,” katanya.
Holmes dan timnya sepakat bahwa kemampuan berenang di air tawar tidak bisa membawa kadal Afrika itu sampai ke Indonesia. Murray mengatakan misteri bagaimana binatang itu menyebar hingga ke Asia itu kian dalam ketika kita memikirkan geografi dunia di masa lalu. “Sejak 100 juta tahun lampau hingga 12 juta tahun lalu, Afrika benar-benar terisolasi, dikelilingi oleh samudra, entah bagaimana mereka bisa keluar dari Africa pada periode itu,” kata Murray. “Itulah mengapa makalah ini amat penting, karena tak ada hubungan dataran antara Afrika dan Indonesia.”
Murray mengatakan salah satu teori bagaimana Varanus pergi dari Afrika adalah lempengan mikro atau massa dataran kecil bergerak dari satu tempat ke tempat lain, membawa binatang di dalamnya berpindah tempat. Namun teori itu belum terbukti.
SCIENCE DAILY | AMRI MAHBUB