TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Riset Nasional berencana menggelar focus group discussion (diskusi kelompok terarah) terkait kontroversi limbah batu bara. Anggota Dewan Riset Nasional, Dr. Nurul Taifiqu Rochman, mengatakan saat ini terjadi kesalahpahaman karena limbah batu bara dimasukkan ke dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Menurut pakar material dan Ketua Masyarakat Nano Indonesia ini, pengkategorian tersebut keliru, dan telah menimbulkan permasalahan pada industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar batu bara.
Baca: Paving Limbah Batu Bara Karya Dosen ITS Dipamerkan
“Ada 5 juta ton limbah batu bara yang dihasilkan dalam setahun, dan hal ini menimbulkan persoalan dalam pengaturan limbahnya, karena dimasukkan sebagai limbah B3,” ujar Nurul dalam diskusi di Kantor Tempo Jakarta, Selasa 18 April 2017.
Padahal, menurutnya, limbah batu bara bisa dimanfaatkan untuk proyek-proyek infrastruktur yang sedang digencarkan oleh pemerintah.
Menurut Nurul, teknologi pembanfaatan limbah batu bara ini tidak rumit. Bahkan, menurutnya, di luar negeri pemanfaatan limbah batu bara ini telah mencapai angka 90 persen.
Nurul mencontohkan, pemanfaatan limbah batu bara ini di antaranya adalah untuk bahan konkrit semen dan bahan baku pupuk. “Karena batu bara berasal dari tanah, maka bisa digunakan untuk bahan baku pupuk,” ujarnya.
Nurul berharap dengan diskusi yang akan digelar Dewan Riset Nasional pada bulan April ini akan menghasilkan sinergi dari para stakeholder. “Kami berharap terjadi sinergitas antara kementerian terkait, sehinga barang yang diambil dari limbah batu bara ini bisa menghasilkan zero waste,” ujar Nurul.
ERWIN Z