Orb Media dan tim melakukan beberapa metode analisis untuk mengungkap keberadaan mikroplastik dalam saluran air keran dan sumur. Pertama, mereka mengumpulkan sampel dari berbagai lokasi, termasuk di Indonesia.
Tahap kedua, air disaring melalui saringan selulosa Whatman selebar 55 milimeter. Filter ini mampu menangkap keberadaan mikroorganisme dari ukuran 2,5 mikronmeter. Botol yang telah kosong dibilas tiga kali dengan air yang sudah dideionisasi untuk menangkap partikel yang mungkin tertinggal dalam botol. Filter tersebut juga diberi pewarna pigmen rose bengal untuk membedakan bahan organik dan sintetis.
Tahap terakhir, filter ini diperiksa di bawah mikroskop Leica EZ4W yang bisa menangkap benda mikroskopis sampai 0,1 milimeter. Voila! Mikroplastik tampak di sana.
Mary Kosuth sedang menganalisis sampel air yang terkontaminasi mikroplastik di laboratorium University of Minnesota, Amerika Serikat. (Orb Media)
"Kami yakin memiliki cukup data untuk membuktikan bahwa satwa, terutama yang hidup di alam liar, terdampak mikroplastik," kata Sherri Mason. "Ini membuat kita berpikir bahwa, apakah mikroplastik berpengaruh kepada manusia?"
Meski para ahli mengatakan masih terlalu dini menghubungkan mikroplastik dalam air keran dan air tanah dengan kandungan kimia atau senyawa biologis lain, tapi penelitian lebih lanjut perlu dilakukan. "Paling dekat adalah penelitian terhadap manusia," kata Lincoln Fok, pakar lingkungan dari Education University of Hong Kong. "Apakah terakumulasi dalam biologis? Membatasi perkembangan sel manusia? Atau, menjadi vektor patogen berbahaya?"
Untuk saat ini, menurut Mason, setidaknya studi ini diharapkan bisa membangkitkan kesadaran masyarakat tentang bahaya penggunaan plastik. "Mari mulai mencari solusinya ketimbang menunggu data dan telanjur terlambat," kata Sam, sapaan karib Sherri Mason.
LINDA HAIRANI | AMRI MAHBUB | DAN MORISSON | CHRISTOPHER TYREE