TEMPO.CO, Jakarta - Banyak mitos seputar otak manusia yang masih dipercaya orang, seperti perbedaan otak kiri dan kanan atau manusia hanya memakai sepuluh persen dari otaknya.
Majalah Scientific American meringkas sejumlah riset mengenai otak pada pertengahan Februari 2015 untuk mengurai mitos-mitos ini. Beberapa sumbernya adalah buku Mind, Brain, and Education Science karya Tracey Tokuhama-Espinosa, Understanding the Brain: The Birth of a Learning Science yang diterbitkan OECD pada 2007 dan laporan OECD Educational Ministerial Meeting pada November 2010.
Berikut ini lima mitos tersebut.
MITOS: Manusia Hanya Memakai 10 Persen Otaknya
FAKTA: Mitos 10 Persen (Kadang Jadi 20 Persen) adalah Legenda Urban
Legenda itu pernah diangkat dalam film Limitless pada 2011, yang mengisahkan soal obat ajaib yang mampu membuat jagoan di film yang dibintangi Robert De Niro itu memiliki daya ingat dan kekuatan analisis yang dahsyat.
Guru di sekolah suka mendorong muridnya untuk belajar keras agar otaknya berkembang. Tapi, menurut mitos ini, belajar sekeras apa pun tak akan menghidupkan sirkuit saraf otak yang "tak terpakai". Padahal, kenyataannya, pencapaian akademis tak sesederhana dengan mengembangkan volume saraf otak.
MITOS: Otak Kiri dan Kanan Manusia Berbeda
FAKTA: Pandangan Bahwa Kita Memiliki Otak Kiri yang Rasional dan Otak Kanan yang Intuitif adalah Dongeng
Manusia memakai kedua bagian otaknya untuk semua fungsi pengenalan. Sebutan otak kiri dan kanan pada mulanya berasal dari kenyataan bahwa banyak, walau tak semua, orang memproses bahasa lebih banyak di bagian otak kiri, sedangkan kemampuan spasial dan ekspresi emosional di bagian sebelah kanan.
Psikolog menggunakan gagasan itu untuk menjelaskan perbedaan tipe-tipe kepribadian. Di bidang pendidikan, berbagai program bermunculan yang menganjurkan agar orang kurang bergantung kepada kegiatan rasional "otak kiri".
Faktanya, studi pencitraan otak menunjukkan tidak ada bukti belahan kanan sebagai lokus kreativitas. Otak nyatanya memakai kedua sisi kiri dan kanan untuk membaca dan matematika.
MITOS: Kuasai Satu Bahasa Sebelum Belajar Bahasa Lain
FAKTA: Tak Ada Salahnya Belajar Dua Bahasa Sekaligus
Anak-anak yang belajar bahasa Inggris dan Prancis pada saat bersamaan tak kebingungan terhadap kedua bahasa itu dan bahkan dapat mengembangkannya secara perlahan.
Gagasan soal dua bahasa yang akan saling bercampur aduk itu muncul dari pandangan bahwa wilayah di otak saling berebutan dipakai saat belajar bahasa. Pada kenyataannya, anak-anak yang belajar dua bahasa, bahkan pada waktu bersamaan, justru mendapat pemahaman struktur bahasa umum yang lebih baik.
MITOS: Otak Pria dan Wanita Berbeda dalam Hal Kemampuan Belajar
FAKTA: Perbedaan Memang Ada di Otak Pria dan Wanita, dan Perbedaan Psikologis Menghasilkan Fungsi Otak yang Berbeda
Namun, tak ada penelitian yang menunjukkan perbedaan khusus gender dalam cara jaringan saraf otak berhubungan ketika belajar keterampilan baru. Bahkan, jika beberapa perbedaan gender benar-benar akhirnya muncul, perbedaan itu akan kecil dan, dengan kata lain, perbedaan itu tak relevan untuk setiap individu.
MITOS: Setiap Anak Punya Gaya Belajar Khusus
FAKTA: Tak Ada Penelitian yang Membuktikannya
Pandangan bahwa orang cenderung belajar lebih baik dengan memakai bentuk khusus dari masukan inderawi (disebut "pembelajar visual") yang dilawankan dengan yang mendengarkan lebih baik, tidak punya dasar keabsahan penelitian.
Mengenai hal ini dan mitos lainnya, persepsi publik tampaknya telah melampaui ilmu pengetahuan. Uta Frith, ahli saraf yang memimpin sebuah panel Inggris yang memandang neuroedukasi sebagai hal yang menjanjikan, mendesak orang tua dan pendidik untuk melangkah hati-hati. "Ada tuntutan besar dari masyarakat umum untuk mendapat informasi tentang ilmu saraf untuk pendidikan. Akibatnya, ada pasokan besar metode yang sangat tidak ilmiah, tidak benar-benar teruji, dan belum diuji coba," katanya.
K | SCIENTIFIC AMERICAN