TEMPO.CO, Jakarta - Sistem pengelolaan yang buruk membuat sampah dari Jakarta menumpuk di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Setiap hari, 6.500 ton sampah mengalir ke area tersebut.
“Dalam 2 tahun lagi, Bantar Gebang akan overload dan tak bisa lagi menampung sampah Jakarta,” kata Ketua Tim Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Rudi Nugroho di kantornya pada Rabu, 10 Februari 2016. Masalah penumpukan ini pun telah mendapatkan sorotan dari Presiden Joko Widodo, yang menuntut penggunaan teknologi untuk mengatasinya.
Menurut Rudi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah mengambil langkah cepat. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sudah mencanangkan pembangunan tiga intermediate treatment facility (ITF) thermal di Cakung, Cilincing, dan Marunda. Ketiganya ditargetkan rampung pada 2018.
Memanfaatkan tungku pembakar memang solusi tercepat untuk menghilangkan sampah Ibu Kota yang menumpuk. Namun cara ini sebenarnya kurang tepat. Rudi mengatakan, bila melihat karakteristik sampah yang 60-70 persennya bersifat organik atau basah, cara terbaik adalah menggunakan biogas dan biodigester. Dengan cara ini, sampah yang ada dikubur untuk dicerna kembali; sementara gasnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
“Tapi butuh proses yang lama, bisa berminggu-minggu, sementara Jakarta butuh solusi yang cepat,” kata Rudi. Padahal pemanfaatan incinerator memiliki risiko emisi gas berbahaya, juga biaya tinggi.
Masalah sampah tak hanya menjangkiti Kota Jakarta. Sebenarnya, banyak kota kecil yang mengalami persoalan serupa. Peneliti Madya Persampahan BPPT, Wahyono, mengatakan pemerintah daerah harus bergerak cepat untuk mendorong pengelolaan sampah dari hilir.
“Harus mengubah pola pikir masyarakatnya, bagaimana membangkitkan kesadaran mengelola sampah,” katanya. Kota di Indonesia yang cukup berhasil dalam bidang ini adalah Surabaya dengan sistem bank sampahnya.
Pengelolaan sampah sebenarnya sudah dapat berjalan di tingkat rumah tangga. Setiap rumah dapat menjadikan sampah basah mereka sebagai kompos; juga mengumpulkan sampah kering, seperti kertas dan botol, untuk didaur ulang. Dalam skala yang lebih besar, sampah organik juga dapat dikumpulkan untuk diproses menjadi biogas, yang merupakan alternatif sumber energi.
“Kita harus berpikir jauh ke depan, tak sekadar memusnahkan sampah dengan membakar, tapi pemanfaatan kembali untuk material dan energi,” tutur Wahyono. Ia berharap, masalah pengelolaan sampah dapat menjadi prioritas bagi pemerintah daerah ke depannya.
URSULA FLORENE