Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Misteri Kabut Pembunuh Massal di London Tahun 1952 Terungkap

Editor

Erwin prima

image-gnews
Kabut London. dailymail.co.uk
Kabut London. dailymail.co.uk
Iklan

TEMPO.CO, London - Pada tahun 1952, sebuah kabut misterius melanda London, menyelimuti kota dalam lapisan padat polutan yang menewaskan ribuan orang dan hewan dan membuat semua sulit untuk bernapas selama berberapa hari.

Sementara penyebab pastinya tidak diketahui bertahun-tahun, sebuah tim peneliti internasional saat ini mengatakan telah memecahkan misteri itu. Menurut mereka, unsur kimia udara yang sama dapat dilihat hari ini di Cina dan daerah lainnya.

Dalam sebuah analisis baru, peneliti tersebut telah menyebut proses kimia yang dikombinasikan dengan kabut alami akibat dari pembakaran batu bara, pada akhirnya menciptakan kabut asam mematikan yang mengubah langit benar-benar menjadi gelap.

Ketika kabut itu pertama kali bergulir pada bulan Desember 1952, warga hanya sedikit menyadari, karena kabut telah lama menyelimuti kota.

Tapi pada hari-hari berikutnya, jarak pandang berkurang menjadi hanya tiga kaki (1 meter) di beberapa daerah, transportasi terhenti, dan ribuan orang menderita masalah pernapasan.

Setelah peristiwa dahsyat itu, diperkirakan setidaknya 4.000 orang tewas, bersama ribuan hewan, dan lebih dari 150 ribu orang dirawat di rumah sakit. Penelitian setelahnya memperkirakan bahwa jumlah kematian kemungkinan telah melampaui 12 ribu jiwa.

Baca:
Arkeolog Spanyol Temukan Mumi 3.000 Tahun di Makam Mesir 
Samsung Akuisisi Perusahaan Layanan Pesan, Saingi WhatsApp? 
Perusahaan Jepang Kembangkan Kamera Tak Berlensa  


Sekarang, dengan menggunakan data dari polusi modern di Cina, para peneliti telah menemukan bahwa peristiwa bencana itu adalah hasil dari partikel asam sulfat yang bercampur dengan kabut alami yang menutupi seluruh kota.

“Orang-orang mengetahui bahwa sulfat adalah kontributor besar untuk kabut, dan partikel asam sulfat dibentuk dari sulfur dioksida yang dilepaskan oleh pembakaran batu bara yang digunakan di rumah dan pembangkit listrik, dan sarana lainnya," kata Renyi Zhang, Profesor di Texas A&M University sebagaimana dikutip Daily Mail, Rabu 16 November 2016. "Tapi bagaimana sulfur dioksida berubah menjadi asam sulfat tidak jelas.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa proses ini difasilitasi oleh nitrogen dioksida, produk sampingan dari pembakaran batu bara, dan terjadi awalnya pada kabut alami,” ujar Zhang.

“Aspek kunci lain dalam konversi sulfur dioksida menjadi sulfat adalah bahwa ia menghasilkan partikel asam. Kabut alami yang mengandung partikel yang lebih besar dan asam yang terbentuk diencerkan. Penguapan dari partikel-partikel kabut, kemudian meninggalkan partikel kabut asam yang menutupi kota,” tambahnya.

Menurut peneliti, unsur kimia serupa sering terjadi di Cina modern, yang memiliki 16 kota paling tercemar di dunia.

Tapi, masalah pencemaran di Cina tidak persis sama. Negara ini telah mengalami pertumbuhan industri dan manufaktur selama beberapa dekade terakhir, dan emisi sebagian besar berasal dari pembangkit listrik, mobil, dan pupuk.

“Perbedaan di Cina adalah bahwa kabut berasal dari nanopartikel yang jauh lebih kecil, dan proses pembentukan sulfat hanya mungkin dengan amonia untuk menetralkan partikel itu," kata Zhang. “Menariknya, sementara kabut London adalah sangat asam, kabut Cina kontemporer pada dasarnya netral.”

Peristiwa1952 dianggap peristiwa polusi paling mematikan dalam sejarah Eropa, dan mendorong munculnya Clean Air Act tahun 1956 oleh Parlemen Inggris.

DAILYMAIL | ERWIN Z

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

4 hari lalu

Lalat buah. Kredit: Wikipedia
Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

Temuan lainnya adalah keturunan hibrida dari serangga yang salah pilih pasangan karena polusi udara itu kerap kali steril.


Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

27 hari lalu

Ilustrasi stroke. healthline.com
Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

Studi ini mengeksplorasi hubungan antara paparan polusi cahaya pada malam hari dengan potensi risiko kesehatan otak dan stroke.


Startup di Telkom University Bikin Alat Pemantau Udara: Ramah Lingkungan, Wireless, Berorientasi Siswa

42 hari lalu

Alat pemantau polusi udara Birulangit yang dipasang di Telkom University Bandung. Dok. Tel-U
Startup di Telkom University Bikin Alat Pemantau Udara: Ramah Lingkungan, Wireless, Berorientasi Siswa

Startup BiruLangit dari unit inkubasi Bandung Technopark Telkom University mengembangkan alat pemantau udara Low-Cost Sensors (LCS)


Mikroplastik di Dalam Darah Berkorelasi dengan Peningkatan Serangan Jantung

44 hari lalu

Kandungan mikroplastik dari hasil penelitian atas tiga merek air mineral dalam kemasan saat diteliti di laboratorium FMIPA-Universitas Indonesia, Depok, Rabu (14/3). (foto: TEMPO/ Gunawan Wicaksono)
Mikroplastik di Dalam Darah Berkorelasi dengan Peningkatan Serangan Jantung

Studi atas tumpukan plak di pembuluh darah pasien rumah sakit di Italia mendapati kandungan mikroplastik yang sangat jelas di bawah mikroskop.


Kurangi Polusi Udara Sekaligus Kemacetan, BISKITA Kemenhub Hadir di Bekasi

45 hari lalu

Pada Minggu 3 Maret 2024, Kementerian Perhubungan RI meresmikan pengoperasian BISKITA Trans Bekasi Patriot, yang diharapkan menjadi transportasi bus umum yang solutif di wilayah Bekasi. sumber: Suci Sekar/Tempo
Kurangi Polusi Udara Sekaligus Kemacetan, BISKITA Kemenhub Hadir di Bekasi

Kementerian Perhubungan secara bertahap sejak 2020 meluncurkan angkutan massal dengan sistem Buy the Service (BTS). Kurangi polusi udara dan kemacetan


Kualitas Udara Jakarta Masuk Urutan 10 Terburuk di Dunia pada Awal Libur Panjang Nyepi

45 hari lalu

Foto aerial kondisi polusi udara di kawasan Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu, 13 Desember 2023. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada Rabu, konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) di Jakarta sebesar 41 mikrogram per meter kubik dan berada di kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif karena polusi. ANTARA/Iggoy el Fitra
Kualitas Udara Jakarta Masuk Urutan 10 Terburuk di Dunia pada Awal Libur Panjang Nyepi

Udara Jakarta memburuk menjelang libur panjang akhir pekan. Merujuk data IQAir, kualitas udara Jakarta terburuk ke-10 dari kota besar di dunia.


Polusi Udara Dapat Mengubah Aroma Bunga, Membuat Bingung Serangga

20 Februari 2024

Gedung-gedung diselimuti polusi udara di kawasan Kota Jakarta, Selasa 24 Oktober 2024. Kualitas udara di Jakarta pada Selasa (24/10/2023) pagi tidak sehat dan menempati peringkat ke 4 terburuk di dunia. Berdasarkan data IQAir, tingkat polusi di Ibu Kota berada di angka 170 AQI US pada pukul 06.00 WIB. Peringkat kualitas udara Jakarta saat ini berada di posisi ke-4 di dunia dengan indikator warna merah, yang artinya tidak sehat. Adapun indikator warna lainnya yaitu ungu yang berarti sangat tidak sehat, hitam berbahaya, hijau baik, kuning sedang, dan oranye tidak sehat bagi kelompok sensitif. TEMPO/Subekti.
Polusi Udara Dapat Mengubah Aroma Bunga, Membuat Bingung Serangga

Polusi udara telah mendegradasi senyawa kimia di balik aroma memikat bunga-bunga. Simak hasil studi tim peneliti di Amerika Serikat ini.


Bangkok Polusi Udara Parah, Pegawai Diminta Kerja dari Rumah

15 Februari 2024

Grand Palace Bangkok, Thailand (Pixabay)
Bangkok Polusi Udara Parah, Pegawai Diminta Kerja dari Rumah

Polusi udara parah melanda Bangkok, ibu kota Thailand. Pegawai pun diminta kerja dari rumah.


Survei Sebut Mayoritas Warga Jakarta Setuju Tilang Uji Emisi Diberlakukan

4 Februari 2024

Ilustrasi uji emisi. TEMPO/Febri Angga Palguna
Survei Sebut Mayoritas Warga Jakarta Setuju Tilang Uji Emisi Diberlakukan

Survei yang dilakukan Populix mengungkapkan bahwa mayoritas warga Jakarta setuju jika sanksi tilang uji emisi diberlakukan.


DKI Tambah 9 Stasiun Pemantau Kualitas Udara, Pengusaha Diminta Beli Water Mist

26 Januari 2024

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono usai meninjau Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) di GOR Ciracas, Jakarta Timur, Jumat 26 Januari 2024. Ada seluruhnya sembilan unit SPKU baru hasil pengadaan 2023 yang menambah jaringan lima stasiun yang sudah ada sejak 2011. ANTARA/Syaiful Hakim
DKI Tambah 9 Stasiun Pemantau Kualitas Udara, Pengusaha Diminta Beli Water Mist

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menambah jumlah Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) yang ada di wilayahnya.