TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan banyak area di Tanah Air yang rusak akibat penambangan liar. Lahan-lahan ini akan direhabilitasi agar dapat kembali ke kondisi semula.
"Target kami, 25 persen sudah rampung pada 2019 mendatang," kata Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Karliansyah di Jakarta, Senin, 7 Desember 2015. Berdasarkan data yang dikumpulkan KLHK pada September-Oktober lalu, mereka menemukan ada 4 ribu titik lahan yang rusak karena tambang liar.
Tugas rehabilitasi ini dilimpahkan kepada Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka (PKLAT) KLHK. Direktur PKLAT KLHK Sulistyowati mengatakan sudah ada tiga lahan yang akan mulai dikerjakan.
"Kami akan mulai di Paser (Kalimantan Timur), Singkawang (Kalimantan Barat), dan Gunungkidul (Yogyakarta)," kata Sulistyowati. Ia mendapat anggaran Rp 4 miliar untuk pembenahan ini.
Langkah awal yang timnya lakukan adalah mendekati para kepala daerah untuk berkomitmen memberantas tambang liar di daerah masing-masing. Ia mengatakan sudah melakukan pembicaraan ekoregion di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku serta Sumatera.
Mereka juga menyadarkan bahaya penggunaan bahan tambang ilegal, seperti merkuri dan sianida, terhadap tubuh manusia secara langsung. Di Pulau Buru, penambang liar mengaduk merkuri untuk memisahkan emas dengan tangan telanjang.
"Mereka tak tahu bahayanya, dan mengatakan tak berdampak apa-apa. Padahal ada resiko yang besar sekali," katanya. Bila terkena secara langsung, merkuri dapat menyebabkan kerusakan jaringan kulit.
Proses pengolahannya pun kurang diperhatikan. Setelah selesai memisahkan emas, merkuri langsung dibuang ke sungai atau tanah. Padahal, bila bahan ini tercampur ke bahan makanan atau hewan konsumsi, bisa menyebabkan keracunan dan kerusakan syaraf.
Bahaya inilah yang hendak diangkat KLHK, dan diharapkan mendapat perhatian penuh dari pemda setempat. Masyarakat harus disadarkan kalau tambang liar itu berbahaya bagi tubuh dan lingkungan, juga berdampak hukum.
URSULA FLORENE