Laporan dari Israel, Sebagian Lansia OTG Covid-19 Setelah Vaksinasi
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 8 Februari 2021 14:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah laporan internal Kementerian Kesehatan Israel mengungkap beberapa warga lansia yang telah diberikan vaksin Covid-19 masih bisa terinfeksi penyakit itu dan bahkan menularkan yang lain. Meski begitu, laporan pada Kamis malam lalu tersebut menyatakan, tidak terdeteksi gejala serius di antara lansia itu.
Menurut Channel 12 News, laporan sementara itu berasal dari panti-panti jompo. Otoritas kesehatan di Israel telah membagikan dua dosis lengkap vaksin Covid-19 kepada seluruh penghuni panti jompo di negara itu. Menganggap seluruh lansia itu telah terlindungi, ternyata beberapa di antara masih ada yang terkonfirmasi positif terinfeksi SARS-CoV-2, virus corona penyebab Covid-19.
Baca juga:
Vaksin Covid-19, Israel Sedia Bayar Pfizer dengan Harga Premium
"Tapi tidak satupun yang menunjukkan adanya gejala (Orang Tanpa Gejala), sekalipun mereka semua adalah lansia yang selama ini dikenal paling rentan," bunyi siaran Channel 12 News.
Disebutkan kalau Kementerian Kesehatan masih menginvestigasi untuk memastikan apakah kekebalan dari vaksin tak membebaskan orang-orang dari membawa virus itu. Sebabnya, meski laju vaksinasi di antara populasi penduduk di Israel tergolong tertinggi di dunia plus lockdown berpekan-pekan, laju penularan Covid-19 masih tetap tinggi.
Kebanyakan kasus baru dipandang terkait dengan varian baru virus Covid-19 yang lebih menular. Israel pun sampai Minggu 7 Februari 2021 masih dalam kondisi lockdown.
Pejabat kesehatan setempat telah mengekspresikan kehawatirannya kalau beberapa varian virus lebih resisten terhadap vaksin yang digunakan. Perhatian terutama tertuju kepada varian baru yang pertama ditemukan di Afrika Selatan. Pfizer and Moderna, produsen vaksin Covid-19 yang digunakan di Israel, mengakui efikasi melorot saat vaksinnya berhadapan dengan varian virus itu, meski menyatakan dapat tetap digunakan.
Kementerian Kesehatan Israel juga tengah mengkaji apakah akan terus mengecualikan orang-orang yang telah divaksin dari kewajiban karantina setelah mereka terjaring dalam pelacakan kontak dekat kasus positif. Ataupun ketika mereka baru kembali bepergian dari luar negeri. Hal ini karena tingginya morbiditas di negeri itu, dan kekhawatiran orang-orang yang sudah divaksin tersebut ternyata masih menularkan virus kepada orang lain.
Vaksin-vaksin Pfizer dan Moderna tidak menggunakan basis SARS-CoV-2 sehingga virus yang mungkin bersemayam itu diduga bukan dari suntikan dosis vaksin. Pfizer dan Moderna, seperti diketahui, menggunakan teknik mRNA atau sebatas serpihan kode genetik yang diambil dari protein paku di permukaannya. Kode genetik itu yang diharapkan melatih sistem imun tubuh untuk mengenali si virus dan menciptakan antibodi untuk menyerangnya saat benar-benar datang.
Di sisi lain, sangat mungkin ketika sebagian besar tubuh terproteksi pasca vaksinasi, lapisan-lapisan lendir di saluran pernapasan yang tak tergapai antibodi tetap menjadi rumah bagi partikel virus. Sementara virus-virus itu tak lagi membahayakan orang tersebut (sebatas carrier), virus bisa terlontar ke luar lewat hidung dan mulut dan menginfeksi orang lain.
Baca juga:
Pandemi Corona Masih 7 Tahun Lagi dengan Laju Vaksinasi Saat Ini
Diduga inilah sebabnya kenapa Israel yang memimpin laju vaksinasi per kapita di dunia juga masih mengalami dampak pandemi Covid-19 yang tergolong parah. Pada Jumat lalu, misalnya, Israel melaporkan lebih dari 7.000 kasus baru. Sedang angka kematiannya telah mencapai 5.001.
TIMES OF ISRAEL