TEMPO.CO, Jakarta - Kemunculan virus Covid-19 jenis baru, atau yang biasa disebut juga varian baru, berimplikasi kepada efikasi vaksin-vaksin yang sudah ada saat ini. Untungnya, para pembuat obat kelihatannya sudah mengantisipasi.
Pfizer dan mitranya, BioNTech, mengaku sedang mengembangkan suntikan dosis tambahan, booster, agar vaksin Covid-19 yang sudah mereka kembangkan dapat tetap efektif melindungi melawan varian baru virus corona yang lebih mudah menular.
Baca juga:
Varian Baru Virus Corona Inggris 30 Persen Lebih Mematikan, Apa Kata WHO?
"Setiap kali varian baru muncul kami sudah seharusnya mampu menguji apakah vaksin kami efektif," kata CEO Pfizer, Albert Bourla, kepada Bloomberg, Selasa 26 Januari 2021.
Begitu didapati tidak efektif, dia menambahkan, "Kami akan dengan sangat cepat mampu memproduksi dosis booster yang akan berupa sebuah variasi kecil dari vaksin yang sudah ada."
Seperti diketahui, beberapa varian baru SARS-CoV-2, virus corona penyebab Covid-19, yang mampu menyebar lebih mudah telah ditemukan di beberapa bagian dunia. Kecemasan pun bangkit kalau mutasi yang dibawa oleh varian baru bisa berpengaruh juga kepada kemampuan mereka meliuk dari pertahanan vaksin dan pengobatan yang sudah ada.
Varian baru virus corona itu termasuk yang disebut P.1 yang ditemukan dari Brasil, B.1.1.7 asal Inggris, dan B.1.351 yang pertama dilaporkan di Afrika Selatan.
Bourla tidak merinci terhadap varian mana dosis booster yang sedang dikembangkan di Pfizer akan ditujukan. Tapi, sepekan sebelumnya, Pfizer dan BioNTech membuka data hasil uji di laboratorium mereka yang menunjukkan antibodi dari peserta uji klinis vaksinnya mampu menetralisir pseudovirus yang disisipkan protein paku milik varian virus corona B.1.1.7.
Baik Pfizer maupun BioNTech tak menjelaskan seperti apa penurunan kemampuan vaksinnya saat berhadapan dengan B.1.1.7 sehingga dibutuhkan booster. Ditanyakan soal itu, Pfizer menolak spesifik selain menunjuk kalau platform vaksin mRNA yang mereka kembangkan membuat optimistis untuk bisa dilakukan modifikasi dengan cepat jika dibutuhkan.
"Jika virus bermutasi sedemikian rupa hingga membutuhkan pembaruan terhadap vaksin untuk bisa tetap melindungi dari Covid-19, kami yakin fleksibilitas dari platform vaksin mRNA akan memungkinkan kami untuk bergerak cepat untuk penyesuaian seperti yang dibutuhkan," katanya.
Petugas medis mempersiapkan vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech yang akan disuntikan pada warga. Di Alaska, Amerika Serikat, seorang petugas medis menderita reaksi alergi serius setelah disuntik vaksin Covid-19 Pfizer/BioNTech. REUTERS/Gonzalo Fuentes
Fleksibilitas merujuk kepada kemampuan mengubah sekuensing mRNA dalam vaksin sebagai sebuah booster. Pada titik ini, Bourla menambahkan, "Studi-studi dibutuhkan untuk mengevaluasi sebuah vaksin yang mengkodekan antigen virus terbaru yang belum ada sebelumnya."
Pernyataan Bourla datang saat Moderna mengumumkan sedang mengembangkan sebuah booster untuk menghadapi virus Covid-19 jenis baru B.1.351. Moderna menyatakan melakukan itu setelah para peneliti menemukan kemampuan vaksinnya dalam menetralisir varian baru temuan di Afrika Selatan itu lebih rendah 6 kali lipat daripada saat melawan varian awal virus tersebut.
Sekalipun masih berada di level yang mampu melindungi, Moderna tetap melakukan studi praklinis dan uji tahap pertama untuk mengevaluasi suntikan dosis ketiga berupa booster untuk memperkuat efektivitas vaksinnya. "Kami meyakini sudah menjadi tugas kami untuk proaktif seiring virus yang terus berevolusi," kata CEO Moderna, Stéphane Bancel, lewat keterangan tertulis perusahaan pada Senin lalu.
Baca juga:
3 Varian Baru Virus Corona Covid-19 yang Bikin Pusing Ilmuwan Dunia
Pfizer dan Moderna sama-sama telah mengantongi izin penggunaan darurat di Amerika Serikat dan Eropa. Keduanya juga sama berbasis mRNA dan mengklaim memiliki efikasi hasil uji klinis lebih dari 90 persen. Sayangnya, seluruhnya sebelum kemunculan tiga virus Covid-19 jenis baru tersebut.
FIERCEPHARMA