Gonjang-ganjing Vaksin AstraZeneca, Giliran Amerika Pertanyakan Data Efikasi
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Kamis, 25 Maret 2021 15:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badai belum belum berlalu bagi vaksin AstraZeneca. Setelah sempat diterpa gelombang pembekuan sementara penggunaan vaksin itu di daratan Eropa, aral terkini menghadangnya di Amerika Serikat.
Di Amerika, Institut Penyakit Alergi dan Menular Nasional (NIAID) mempertanyakan kebenaran klaim efikasi vaksin yang dikembangkan AstraZeneca bersama University of Oxford tersebut. NIAID menyuarakan seruan dari badan independen pengawas uji klinis setiap vaksin Covid-19 yang dikembangkan di negara itu.
Baca juga:
Heboh Vaksin AstraZeneca dan Penggumpalan Darah, Ini Kronologisnya
Dalam suranya kepada NIAID, badan itu mengungkap penilaiannya kalau AstraZeneca tidak menggunakan data yang terbaru dalam presentasinya sehingga gambaran efikasi vaksin yang disampaikan tidak lengkap. "Kami menyerukan kepada perusahaan untuk berkoordinasi dengan Data Safety Monitoring Board untuk mengkaji ulang dan memastikan data efikasi yang terbaru, yang paling akurat, untuk dipublikasi sesegera mungkin," bunyi pernyataan NIAID pada Selasa 23 Maret 2021.
Direktur institut itu, Anthony Fauci, mengungkapkan kalau DSMB meragukan kesamaan data antara yang disampaikan dalam press release dengan data yang ditunjukkan dari hasil uji terbaru. “Saya terkejut dan kami tidak bisa diam saja," kata Fauci.
Sebelumnya, pada Senin 22 Maret 2021, AstraZeneca mengumumkan hasil analisis awalnya kalau dua dosis vaksin yang dikembangkannya terukur 79 persen efektif mencegah Covid-19. Hasil yang dimaksud berasal dari uji klinis melibatkan 32.449 orang dewasa di Amerika Serikat, Peru dan Cile.
Hasil awal itu juga menyebut tidak ada peserta uji klinis penerima dosis vaksin yang dirawat di rumah sakit atau meninggal karena infeksi virus corona Covid-19. Itu meskipun 60 persen di antaranya terdata memiliki komorbid yang bisa meningkatkan risiko infeksi parah Covid-19 seperti diabetes atau obesitas.
Secara keseluruhan, dari uji itu hanya muncul 141 kasus positif Covid-19, tapi tidak dirinci berapa yang dari kelompok penerima vaksin dan berapa dari penerima plasebo. Yang telah diumumkan adalah tidak ditemukannya bukti beda efikasi dan keselamatan dosis vaksin pada kelompok etnis yang berbeda. Uji dilakukan terhadap para partisipan dari etnis Hispanik (22 persen), kulit hitam ( persen), dan asli Amerika (4 persen).
Baca juga:
Diam-diam, Badan Ini Bekerja Awasi Uji Klinis Vaksin Covid-19
Atas pertanyaan dari NIAID, AstraZeneca menjawab bahwa angka efikasi 79 persen berasal dari analisis sementara terhadap data awal hingga 17 Februari. AstraZeneca mengakui belum merilis hasil final dari uji klinis tersebut. Meski begitu perusahaan itu meyakini, "Hasil final nanti pasti akan konsisten dengan analisis sementara tersebut."
Stephen Griffin, virolog dari University of Leeds, Inggris, menilai apa yang dipertanyakan bisa jadi sebatas persoalan teknis. Namun dia menekankan buruknya data hasil uji vaksin AstraZeneca itu dikomunikasikan oleh tim pengembang.
Eric Topol, Direktur Scripps Research Translational Institute di La Jolla, California, AS, mengkritik lebih tajam dengan menyebut data yang kacau. Dia menekan kepada vaksin itu yang sejatinya diharapkan bisa sangat diandalkan di dunia dalam menahan pandemi karena distribusinya yang lebih mudah dan biaya lebih murah--ketimbang vaksin Pfizer dan Moderna.
Sebagai catatan, di banyak negara terutama di Afrika, vaksin inilah yang banyak tersedia. Secara keseluruhan vaksin AstraZeneca juga telah diizinkan digunakan di lebih dari 100 pemerintahan di dunia. "Dunia ini, manusia, bergantung kepada vaksin ini. Vaksin ini bernilai bagi 2,5 miliar penduduk Bumi," kata Eric.
Eric memperkirakan data efikasi final vaksin AstraZeneca hanya berada di angka 60-an persen atau sedikit di atas 70 persen saja. Kisaran angka itu akan sejalan dengan uji klinis sebelumnya di Inggris, Brasil dan Afrika Selatan yang melibatkan 20 ribu partisipan dan melaporkan data efikasi 60-70 persen. Tapi itupun, Eric mengingatkan, data dikumpulkan dari uji dengan jumlah dosis yang berbeda-beda sehingga dilukiskan oleh Badan Pengawas Obat Eropa, "sub-optimal."
Baca juga:
Keputusan Badan Pengawas Obat Eropa: Vaksin AstraZeneca Tetap Aman Meski ...
Isaac Bogoch, ahli penyakit menular yang kerap duduk di keanggotaan DSMB, setuju vaksin AstraZeneca menghadapi masalah dengan cara datanya dikomunikasikan. "Anda harus terbuka, Anda harus jujur, Anda harus transparan. Apapun hasilnya, baik atau buruk," katanya.
NATURE | CNBC