Pakar Ungkap Alasan Kasus Covid-19 India Landai Meski Vaksinasi Belum 50 Persen

Senin, 22 November 2021 16:01 WIB

Seorang petugas kesehatan mengumpulkan sampel swab dari seorang wanita selama kampanye pengujian antigen cepat untuk penyakit coronavirus (COVID-19), di luar pusat perbelanjaan di Mumbai, India, 22 Maret 2021. REUTERS/Niharika Kulkarni

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020, Tjandra Yoga Aditama, mengungkap penyebab kasus Covid-19 di India, seperti di Indonesia, tetap terjaga melandai meskipun cakupan vaksinasi masih di bawah 50 persen. Menurutnya, satu analisa kenapa kasusnya tetap rendah adalah karena sudah cukup banyak penduduk yang ternyata punya antibodi terhadap SARS CoV-2, virus penyebab Covid-19.

“Data akhir Oktober 2021 menunjukkan 97 persen penduduk New Delhi sudah memiliki antibodi dalam derajat tertentu, baik karena sudah divaksin Covid-19 maupun karena sudah tertular secara alamiah,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin, 22 November 2021.

Laporan seropositif 97 persen ini adalah survei keenam yang dilakukan di New Delhi, India. Angka-angka sebelumnya memang menunjukkan kenaikan secara bertahap, mulai dari 22,8 persen pada Juli 2020; berlanjut menjadi 28,7 persen di Agustus 2020; lalu 25,1 persen pada September 2020; 25,5 persen pada Oktober; dan 56,13 persen pada Januari 2021.

Selain survei berkala ada juga survei-survei berskala cukup besar, seperti yang dilakukan All India Institute of Medical Sciences (AIIMS) yang mendapatkan angka seropositifas di New Delhi adalah 67 persen pada puncak gelombang yang lalu. Serta survei Council of Science and Industrial Research di New Delhi yang menunjukkan seroprevalensi 80 persen beberapa waktu setelah puncak.

“Dalam survei antibodi keenam New Delhi ini sebagian sampel akan diteliti lebih dalam tentang kadar antibodi yang terbentuk, sehingga dapat lebih diketahui kadar proteksi yang ada di masyarakat,” kata Tjandra, yang juga merupakan Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Advertising
Advertising

Selain di New Delhi, ada juga survei serupa di kota bisnis terbesar India, yaitu di Mumbai/Bombay. Hasil survei kelima di wilayah ini menunjukkan bahwa antibodi terhadap Covid-19 sudah ditemukan pada 90,26 persen dari mereka yang sudah divaksin dan 79,86 persen pada mereka yang belum divaksin.

“Jika digabung datanya, maka antibodi terhadap virus SARS CoV-2 sudah ada pada 86,64 persen penduduk kota Mumbai, 85,07 persen pada pria dan 88,29 persen pada wanita,” tutur dia.

Menurut Direktur Pascasarjana di Universitas YARSI Jakarta itu, ada beberapa catatan mengenai kondisi di India. Pertama, dia berujar, India sudah sejak tahun yang lalu secara berkala melakukan survei antibodi pada penduduknya, bahkan sudah sampai enam kali di New Delhi dan lima kali di Mumbai, selain yang dilakukan oleh institusi kesehatan lain.

Kedua, ternyata kadar antibodi terhadap Covid-19 di kedua kota terbesar itu sudah tinggi sekali, sekitar 97 persen di New Delhi dan 87 persen di Mumbai. Tingginya masyarakat yang sudah punya antibodi ini dapat saja dihubungkan dengan berhasilnya India menjaga kasus Covid-19 nya tetap terjaga rendah sekarang ini.

Tjandra menyarankan bahwa akan lebih baik jika Indonesia juga secara berkala melakukan survei antibodi Covid-19 ke masyarakatnya, setidaknya di beberapa kota besar. “Memang sudah pernah ada laporan beberapa survei seperti ini, tapi lebih baik kalau terus ditingkatkan dan hasilnya dianalisa dari waktu ke waktu,” ujar Tjandra sambil menambahkan, sehingga dapat dilihat perkembangannya.

Selain itu, akan lebih baik juga jika pada sebagian sampel dilakukan analisa lebih mendalam terhadap kadar dan jenis antibodi yang ada, seperti yang dilakukan di New Delhi. Karena data dari survei antibodi dapat dijadikan salah satu bahan penting untuk menganalisa ada tidaknya gelombang ke tiga. “Atau setidaknya ada tidaknya, dan seberapa besar kalau ada peningkatan kasus sesudah libur Natal dan Tahun Baru, bulan depan.”

Baca:
Epidemiolog Bicara Covid-19 Akhir Tahun: Ada Lonjakan, tapi Tidak Tinggi

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Viral Selebgram Dapat Beasiswa KIPK, Pakar Unair Sebut Faktor Kebutuhan Popularitas dan Dorongan Media Sosial

22 jam lalu

Viral Selebgram Dapat Beasiswa KIPK, Pakar Unair Sebut Faktor Kebutuhan Popularitas dan Dorongan Media Sosial

Angga menyayangkan fenomena tersebut dapat terjadi di kalangan mahasiswa yang menerima beasiswa.

Baca Selengkapnya

Sri Lanka Akui 16 Warganya Tewas Saat Berperang dalam Konflik Rusia-Ukraina

1 hari lalu

Sri Lanka Akui 16 Warganya Tewas Saat Berperang dalam Konflik Rusia-Ukraina

Setidaknya 16 tentara bayaran Sri Lanka tewas dalam perang antara Rusia dan Ukraina, kata wakil menteri pertahanan pulau itu pada Rabu.

Baca Selengkapnya

Mengenal Lawrence Wong, Perdana Menteri Singapura Baru yang Jago Main Gitar

2 hari lalu

Mengenal Lawrence Wong, Perdana Menteri Singapura Baru yang Jago Main Gitar

Berasal dari kalangan biasa, Lawrence Wong mampu melesat ke puncak pimpinan negara paling maju di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

AstraZeneca Tarik Vaksin Covid-19, Terkait Efek Samping yang Bisa Sebabkan Kematian?

2 hari lalu

AstraZeneca Tarik Vaksin Covid-19, Terkait Efek Samping yang Bisa Sebabkan Kematian?

AstraZeneca menarik vaksin Covid-19 buatannya yang telah beredar dan dijual di seluruh dunia.

Baca Selengkapnya

Alasan Sosiolog Unair Sebut Penarikan Vaksin AstraZeneca Bisa Memicu Kecemasan Publik

2 hari lalu

Alasan Sosiolog Unair Sebut Penarikan Vaksin AstraZeneca Bisa Memicu Kecemasan Publik

Peneliti Unair menilai penarikan vaksin AstraZeneca dari pasar akan memicu pro dan kontra. Masyarakat bisa ragu terhadap program vaksinasi nasional.

Baca Selengkapnya

PBB Rilis Data Korban di Gaza, Apakah Berbeda dari Data Hamas?

2 hari lalu

PBB Rilis Data Korban di Gaza, Apakah Berbeda dari Data Hamas?

Perubahan dalam cara PBB menghitung korban di Gaza telah disebut-sebut sebagai bukti adanya bias.

Baca Selengkapnya

Studi HAM Universitas di Banjarmasin: Proyek IKN Tak Koheren dan Gagal Uji Legitimasi

2 hari lalu

Studi HAM Universitas di Banjarmasin: Proyek IKN Tak Koheren dan Gagal Uji Legitimasi

Tim peneliti di Pusat Studi HAM Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin mengkaji proses Ibu Kota Negara (IKN): sama saja dengan PSN lainnya.

Baca Selengkapnya

PBB: Puluhan Ribu Jenazah di Gaza Belum Teridentifikasi

2 hari lalu

PBB: Puluhan Ribu Jenazah di Gaza Belum Teridentifikasi

PBB mengatakan masih ada sekitar 10.000 jenazah di Gaza yang masih harus melalui proses identifikasi.

Baca Selengkapnya

14 Orang Tewas Tertimpa Papan Reklame di Mumbai saat Badai Petir

2 hari lalu

14 Orang Tewas Tertimpa Papan Reklame di Mumbai saat Badai Petir

Papan reklame tersebut roboh menimpa beberapa rumah dan sebuah pompa bensin di Mumbai, India akibat angin kencang dan hujan deras

Baca Selengkapnya

PBB Klarifikasi Data Kematian di Gaza: Lebih dari 35.000 Korban Jiwa, Tapi..

2 hari lalu

PBB Klarifikasi Data Kematian di Gaza: Lebih dari 35.000 Korban Jiwa, Tapi..

PBB menegaskan bahwa jumlah korban tewas di Jalur Gaza akibat serangan Israel masih lebih dari 35.000 warga Palestina.

Baca Selengkapnya