Situs Lembaga Negara dari KPU hingga Kemenhan Pernah Diretas, Siapa Bertanggung Jawab?

Reporter

Annisa Febiola

Editor

Devy Ernis

Rabu, 10 Januari 2024 07:12 WIB

Ilustrasi peretasan situs dan data. (Shutterstock)

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Dahlian Persadha mengatakan, lembaga negara adalah salah satu target utama dalam serangan siber. Data masyarakat beberapa kali bocor dan justru diperjualbelikan oleh peretas. Misalnya, situs Komisi Pemilihan Umum atau KPU diretas pada November 2023. CISSReC mencatat, 204 juta data pemilih dilaporkan dijual oleh peretas bernama Jimbo senilai Rp 1,2 miliar.

Adapun pada bulan dan tahun yang sama, situs Kementerian Pertahanan juga diduga diretas oleh hacker dengan nama anonim “Two2” yang mengaku mendapatkan akses dashboard panel situs web Kemenham.

Pratama menyebut, tak ada yang bisa dilakukan lagi jika data yang sudah telanjur bocor dan dijual oleh peretas di darkweb. "Sudah tidak ada hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah terkait hal tersebut. Pun jika pemerintah ingin membeli data yang bocor tersebut secara eksklusif, tetap tidak ada jaminan bahwa peretas tidak akan menjual kembali data yang berhasil dicurinya kepada pihak lain," katanya kepada Tempo pada Selasa, 9 Januari 2024.

Maka dari itu, kata Pratama, tindakan yang perlu dilakukan pemerintah adalah memastikan bahwa kebocoran data tidak terjadi lagi di kemudian hari. Salah satunya dengan memberikan sanksi hukum kepada lembaga atau institusi yang mengalami kebocoran data. Dengan hal ini, dapat memberikan efek jera kepada lembaga yang kebobolan serta mitigasi bagi institusi lain.

Berkaca pada maraknya kebocoran data pribadi, menurut Pratama, pemerintah harus lebih serius dalam menerapkan hukum terkait perlindungan data pribadi. Dalam kasus kebocoran data, pihak yang harus bertanggung jawab adalah perusahaan sebagai pengendali data, serta pelaku kejahatan siber yang menyebarkan data pribadi ke ruang publik. Pihak yang berdomisili di Indonesia bisa diproses sesuai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pasal 57 sebagai dasar tuntutannya.

Advertising
Advertising

Ia menambahkan, saat ini UU PDP belum bisa diterapkan secara maksimal, sebab ada beberapa hambatan. Meskipun telah disahkan pada 2022, namun kata Pratama, pemerintah masih memberikan masa transisi selama dua tahun. Masa transisi diberikan guna menyesuaikan kebijakan internal sesuai dengan UU PDP. Salah satunya adalah merekrut petugas perlindungan data.

Meskipun demikian, pelanggaran UU PDP selama masa transisi sudah dapat dikenakan sanksi hukuman pidana. Hal ini tercantum dalam pasal 76 UU PDP, bahwa undang-undang berlaku sejak tanggal diundangkan, meskipun sanksi administratifnya masih harus menunggu turunan dari UU PDP.

"Hanya saja sanksi hukuman tersebut hanya dapat dijatuhkan oleh lembaga atau komisi yang dibentuk oleh pemerintah dalam hal ini adalah Presiden. Sehingga jika komisi PDP tersebut tidak segera dibentuk, maka pelanggaran yang dilakukan tidak akan dapat diberikan sanksi hukuman," ujar Pratama.

Sesuai dengan perhitungannya, bulan Oktober 2024 adalah batas maksimal pemberlakuan UU PDP secara penuh. Meski demikian, kata Pratama, seharusnya bisa lebih cepat jika pemerintah sudah membentuk lembaga nya serta turunan UU-nya.

"Jadi yang perlu secepatnya dilakukan oleh pemerintah adalah Presiden segera membentuk komisi PDP sesuai amanat UU PDP pasal 58 sampai pasal 60, di mana lembaga pengawas PDP ini berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden."

Dengan pembentukan lembaga atau otoritas tersebut, menurutnya proses penegakan hukum dan pemberian sanksi bisa segera diterapkan. Harapannya, implementasi sanksi administratif dan sanksi hukum sesuai UU PDP akan meningkatkan kepekaan terhadap keamanan data pribadi.

"Hal ini adalah supaya kasus-kasus insiden kebocoran data pribadi dapat diselesaikan dengan baik dan rakyat bisa terlindungi," tutur dia.

Pilihan Editor: Prabowo Panggil Anies dengan Sebutan Profesor dalam Debat Capres, Ini Syarat Jadi Profesor

Berita terkait

Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur, PDIP Singgung KPU Tak Konsisten

20 menit lalu

Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur, PDIP Singgung KPU Tak Konsisten

PDIP menyoroti pernyataan terbaru KPU tentang caleg terpilih yang ingin maju pilkada harus mundur.

Baca Selengkapnya

KPU Kota Depok Pastikan Tak Ada Paslon Wali Kota Jalur Independen di Pilkada 2024

2 jam lalu

KPU Kota Depok Pastikan Tak Ada Paslon Wali Kota Jalur Independen di Pilkada 2024

KPU Kota Depok mengungkap alasan tidak ada paslon wali kota dari jalur independen atau perseorangan di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Profil Juri Ardiantoro, dari Bekas Ketua KPU Kini Jadi Stafsus Jokowi

6 jam lalu

Profil Juri Ardiantoro, dari Bekas Ketua KPU Kini Jadi Stafsus Jokowi

Simak profil Juri Ardiantoro di sini.

Baca Selengkapnya

KPU Sebut Hanya Ada 1 Bakal Calon Independen di Pilgub 2024

7 jam lalu

KPU Sebut Hanya Ada 1 Bakal Calon Independen di Pilgub 2024

Ada satu bakal pasangan calon independen yang mengundurkan diri, meskipun telah memenuhi syarat dukungan.

Baca Selengkapnya

KPU Sebut Bakal Calon Independen di Pilkada Kalbar Mengundurkan Diri

8 jam lalu

KPU Sebut Bakal Calon Independen di Pilkada Kalbar Mengundurkan Diri

KPU menyatakan bakal calon independen di Pilkada Kalbar 2024, Muda Mahendara-Suyanto Tanjung, mundur meski memenuhi syarat dukungan.

Baca Selengkapnya

Ketika Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dapat Sanksi Lagi dari DKPP

9 jam lalu

Ketika Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dapat Sanksi Lagi dari DKPP

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberikan sanksi kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari beserta jajaran akibat data DPT pemilu 2024 yang bocor.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU Disanksi Kebocoran Data, Begini Posisi Perkaranya

9 jam lalu

Ketua KPU Disanksi Kebocoran Data, Begini Posisi Perkaranya

DKPP memutuskan menjatuhkan sanksi berupa peringatan kepada ketua dan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas gugatan DPT yang diduga bocor.

Baca Selengkapnya

4 Alasan Komisi II DPR Sebut Sistem Pemilu Harus Dievaluasi

11 jam lalu

4 Alasan Komisi II DPR Sebut Sistem Pemilu Harus Dievaluasi

KPU menyatakan siap memberikan masukan perihal revisi Undang-Undang Pemilu.

Baca Selengkapnya

Politikus PDIP Bilang Usulan Melegalkan Money Politics Pernyataan Sarkasme

13 jam lalu

Politikus PDIP Bilang Usulan Melegalkan Money Politics Pernyataan Sarkasme

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Hugua, meminta KPU melegalkan praktik money politics saat pemilu lewat PKPU.

Baca Selengkapnya

Ramai-ramai Tolak Usulan Money Politics Dilegalkan Saat Pemilu

14 jam lalu

Ramai-ramai Tolak Usulan Money Politics Dilegalkan Saat Pemilu

ICW menganggap usulan melegalkan money politics saat pemilu tidak pantas dan sangat tidak menunjukkan integritas.

Baca Selengkapnya