Ada 320 Ribu Virus Mamalia Belum Teridentifikasi

Reporter

Editor

Alia fathiyah

Kamis, 5 September 2013 02:15 WIB

Nyamuk Malaria. (AP Photo/Sang Tan)

TEMPO.CO, New York- Kebanyakan penyakit menular yang muncul pada manusia berasal dari hewan liar. Menurut penelitian terbaru, diperkirakan setidaknya ada 320 ribu virus pada mamalia yang belum terdeteksi maupun teridentifikasi.

Para ilmuwan mengatakan, pengumpulan data pada patogen yang mungkin mengintai satwa liar sebelum mereka menularkannya pada manusia dapat membantu terdeteksinya wabah di masa mendatang.

"Apa yang saat ini kita ketahui tentang virus masih sangat bias terhadap penyebarannya ke manusia atau hewan dan muncul sebagai penyakit," kata kepala studi, Simon Anthony dari Center for Infection and Immunity (CII) di University of Columbia, seperti dikutip dari laman NBC News, Rabu 4 September 2013.

CII di University of Columbia, Amerika Serikat menduga virus pada mamalia masih banyak yang belum terdeteksi. Meski terbukti hampir 70 persen dari virus yang menulari manusia seperti HIV, Ebola dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS), berasal dari satwa liar.

Para peneliti kemudian meneliti spesies kelelawar yang disebut flying fox yang hidup di hutan Bangladesh. Hewan ini membawa virus Nipah, yang jika menyebar ke manusia bisa membunuh karena menyerang otak. Virus ini pertama kali muncul pada manusia pada 1990-an dan menurut Organisasi Kesehatan Dunia, virus ini telah memicu wabah besar di semua Asia Selatan.

Tim mengambil cairan tenggorokan, tinja, dan sampel urin dari 1.897 spesies kelelawar tersebut. Di laboratorium diketahui sampel tersebut mengandung 55 virus dalam sembilan keluarga virus, dan hanya lima yang teridentifikasi.

Para peneliti memperkirakan bahwa jumlah virus pada kelelawar mencapai 58 jenis virus. Anthony dan rekan-rekannya menghitung, jika masing-masing dari 5.486 mamalia yang telah teridentifikasi membawa 58 virus yang unik maka akan ada sekitar 320 ribu virus di alam liar. Para peneliti mengatakan mereka merencanakan tindak lanjut studi dalam spesies primata di Bangladesh dan enam spesies kelelawar di Meksiko untuk mengetahui apakah keragaman virus dari hewan lain memang sebanding dengan yang berasal dari spesies kelelawar.

Studi ini telah dipublikasikan secara online dalam jurnal mBio.

Mereka berpendapat bahwa biaya mempelajari virus ini akan lebih murah dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi pandemi virus mematikan. Pengambilan sampel, pengamatan, dan penemuan 58 virus dari spesies kelelawar flying fox ini menelan biaya US$ 1,2 juta. Kemudian, mereka juga memperkirakan untuk mengumpulkan bukti dan penelitian lebih mendalam tentang potensi virus mamalia yang belum terdeteksi ini akan menelan biaya US$ 6,3 miliar.

Sebagai perbandingan, wabah virus SARS muncul di Asia pada 2002 dan menimbulkan dampak ekonomi hingga US$ 16 miliar. "Kami tidak mengatakan bahwa usaha ini akan mencegah wabah lain seperti SARS," kata Anthony menjelaskan. "Namun, apa yang kita pelajari dari menjelajahi keanekaragaman virus global dapat mencegah terjadinya wabah dengan memfasilitasi pengawasan yang lebih baik dan tes diagnosa secara cepat."

Pada 2002 lalu merebak wabah SARS (atau sindrom pernafasan akut parah) yang ketika itu belum diketahui bahwa penyebabnya adalah virus corona. Akibat belum diketahui jenis virusnya, ada 8.000 orang terkena virus ini dan 700 diantaranya meninggal dunia. Pada 2003 barulah diketahui virus corona adalah penyebab wabah SARS tersebut.

ROSALINA | NBC NEWS

Terhangat:
Jalan Soeharto | Siapa Sengman | Polwan Jelita

Baca juga:

Beli Nokia, Microsoft Siap Gebrak Bisnis Gadget
Wanita Ini Rekonstruksi Payudara Pakai Kulit Babi
Katak Ini Gunakan Mulut untuk Mendengar
Gelang Ajaib ini Ubah Denyut Jantung Jadi Password

Berita terkait

Tim Mahasiswa UGM Ciptakan Sandal Terapi untuk Membantu Pemulihan Pasien Patah Tulang

5 hari lalu

Tim Mahasiswa UGM Ciptakan Sandal Terapi untuk Membantu Pemulihan Pasien Patah Tulang

Tim mahasiswa UGM berhasil mengubah kreativitas menjadi produk inovasi di bidang kesehatan yaitu manfaat sandal untuk membantu pasien patah tulang

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti

19 Agustus 2023

Jokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti

Jokowi mendorong pelajar Muhammadiyah untuk memiliki kemampuan iptek dan juga budi pekerti yang baik

Baca Selengkapnya

Jokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045

15 Juni 2023

Jokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045

Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan tiga hal penting yang menjadi acuan menuju visi Indonesia Emas 2045. Simak detailnya.

Baca Selengkapnya

Memahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya

10 Desember 2022

Memahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya

Dengan adanya globalisasi, segala aktivitas manusia semakin mudah. Namun lihat juga dampak negatif dan positifnya.

Baca Selengkapnya

Di Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis

3 Desember 2022

Di Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis

Jokowi meminta para guru memastikan anak didiknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

Baca Selengkapnya

Siti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya

25 November 2022

Siti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya

MPR membuka pintu lebar-lebar kepada seluruh elemen bangsa termasuk para mahasiswa untuk berkunjung dan mendapatkan semua informasi.

Baca Selengkapnya

BRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan

10 November 2022

BRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan

Penghargaan Habibie Prize 2022 diberikan pada empat ilmuwan yang memberikan kontribusi di bidang iptek dan inovasi.

Baca Selengkapnya

Presiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek

4 November 2022

Presiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Symposium on State Ideology and International Conference on Digital Humanities 2022 di Institut Teknologi Bandung.

Baca Selengkapnya

Pemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

20 April 2022

Pemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) telah menjadi salah satu faktor utama bagi negara-negara maju dalam mempercepat program pembangunan nasional di berbagai sektor, terlebih pada sektor pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.

Baca Selengkapnya