TEMPO.CO, Bandung - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani, mengatakan ujung kubah lava Gunung Merapi yang mulai tumbuh sejak 22 Agustus 2018, sempat runtuh.
Baca: BPPTKG: Kubah Lava Gunung Merapi Terus Tumbuh
Baca: Merapi Memasuki Fase Erupsi Magmatik, BPBD Waspada
Baca: Kubah Lava Baru Tandai Fase Erupsi Magmatik Gunung Merapi
“Di bagian ujungnya, pas di bibir kawah ada yang longsor. Ada guguran lava pijar. Makanya kelihatan kala malam berwarna merah,” kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 26 November 2018.
PVMBG mencatat pertumbuhan kubah lava Gunung Merapi sejak 22 Agustus 2018 tumbuh dominan ke arah barat laut dalam area kawah. Material kubah lava saat ini sudah mencapai batas permukaan kubah lava Gunung Merapi saat erupsi tahun 2010 di semua arah.
Material kubah lava juga sudah mencapai arah bukaan kawah, sehingga memungkinkan langsung meluncur turun.
PVMBG mencatat kejadian guguran lava pijar akibat kubah lava runtuh terjadi pada 23 November 2018. Saat itu terjadi empat kali guguran lava mengarah ke hulu Kali Gendol dengan jarak terjauh sepanjang 300 meter terjadi hari itu pukul 19.05 WIB. “Guguran ini posisinya di arah tenggara (kawah),” kata Kasbani.
Guguran lava tersebut masih belum berbahaya karena masih berada dalam radius yang direkomendasikan PVMBG untuk dikosongkan sejauh 3 kilometer. “Masih dalam radius. Masih aman,” kata dia.
Menurut Kasbani, guguran kubah lava terjadi di bagian ujungnya yang mengarah ke hulu Kali Gendol. “Pas di pinggiran ke arah hulu Kali Gendol. Di bagian ujung kubah lava itu terjadi guguran. Paling jauh 300 meter dari titik itu,” kata dia.
Kasbani mengatakan, seiring dengan pertumbuhan kubah lava tersebut, peristiwa guguran lava akan terus terjadi. Saat ini intensitas guguran masih rendah dengan volume material belum sebesar yang terjadi saat letusan Gunung Merapi tahun 2010.
Material kubah lava Gunung Merapi juga masih belum memenuhi seluruh kawah. Diameter kubah lava saat ini berkisar 90-100 meter. “Volume kawah dalam kondisi kosong sekitar 10 juta meter kubik, baru terisi 300 ribu meter kubik,” kata dia.
Menurut Kasbani, jika separuh dari material kubah lava runtuh, awan panas yang terjadi diperkirakan belum membahayakan penduduk. PVMBG memodelkan jika separuh dari kubah lava yang terbentuk saat ini runtuh, jangkauan awan panas masih berada dalam radius bahaya yang dipatok lembaga itu.
“Belum berbahaya karena kita memasang radius (rekomendasi daerah bahaya) 3 kilometer. Seandainya terjadi awan panas terjauh dari simulasi itu hanya 2,2 kilometer,” kata dia.
PVMBG mengasumsikan kubah lava yang terbentuk tidak stabil. Sementara saat ini kondisi kubah lava masih stabil berada tepat di tengah kawah. Guguran lava tersebut dominan ke arah tenggara, ke arah Kali Gendol. Peristiwa itu bisa disaksikan saat malam hari. “Kalau malam terlihat warnanya merah,” kata Kasbani.
Kasbani mengatakan, awan panas yang dihasilkan dari guguran kubah lava itu merupakan bahaya primer yang diperkirakan berpotensi terjadi dalam radius 3 kilometer dari kawah. Sementara bahaya sekunder, seperti banjir lahar dingin, berpotensi terjadi di sepanjang sungai yang berhulu di kawah Gunung Merapi.
PVMBG mencatat Gunung Merapi sudah memasuki fase erupsi magmatis sejak 11 Agustus 2018 dengan ditandai munculnya kubah lava. Dalam fase ini PVMBG memantau perkembangan kubah lava dan kestabilan lereng.
Kubah lava terpantau terbentuk tepat di tengah rekahan kubah lava 2010. Volume kubah lava per 22 November 2018 tercatat 308 ribu meter kubik dengan laju pertumbuhan 3 ribu meter kubik per hari. Data pemantauan mendapati aktivitas vulkanik Gunung Merapi relatif cukup tinggi menandakan masih berlangsungnya suplai magma.
PVMBG meminta warga tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa. Masyarakat masih diperbolehkan menyaksikan aktivitas guguran lava di luar jarak bahaya yang ditetapkan lembaga itu, yakni radius 3 kilometer dari puncak Gunung Merapi.