TEMPO.CO, Sharm el Sheikh - Organisasi non-pemerintah (NGO) yang datang ke Konferensi Biodiversitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Biodiversity Conference) mendesak negara-negara peserta untuk mengendalikan masifnya industri peternakan dan pertanian. Sebab, kedua sektor tersebut menjadi salah satu penyebab deforestasi dan mengancam keanekaragaman hayati. Dua sektor itu dinilai membabat hutan masyarakat adat.
Baca juga: Institut Dayakologi: Kebun Sawit Hancurkan Biodiversitas Dayak
Global Forest Coalition, koalisi organisasi non-pemerintah dan masyarakat adat yang berjuang untuk keadilan dan hak-hak atas hutan meminta negara-negara peserta konferensi untuk menjalankan Aichi Target yang menyatakan bahwa subsidi dan insentif yang berbahaya bagi keanekaragaman hayati harus direformasi atau dihapus pada 2020.
Anggota Global Forest Coalition dari Paraguay, Miquel Lovera Rivas, mengatakan pertanian menyumbang 25 persen produk domestik bruto. Tetapi, kontribusi dari total pajak yang masuk hanya 2,2 persen. Dari sektor peternakan sejak Januari hingga September 2018, pajak mencapai 68 miliar dollar Amerika.
Baca juga: Perebutan Sumber Daya Genetik di Konvensi Keanekaragaman Hayati
Pada 2017, rata-rata 1000 hektare hutan mengalami deforestasi setiap hari di Chaco, Paraguay. “Banyak peternakan dan pertanian kedelai merampas lahan komunitas dan masyarakat adat,” kata Miquel dalam jumpa pers Convention on Biological Diversity di Sharm El Sheikh, Mesir, 13-29 November 2018. Tempo berkesempatan untuk meliput konferensi atas dukungan Climate Tracker, jaringan global yang beranggotakan 10 ribu jurnalis peliput iklim.
Global Forest Coalition mendesak negara-negara peserta konferensi untuk melindungi biodiversitas, satwa, petani lokal, masyarakat adat, dan komunitas dengan kebijakan pertaniannya. Perlu prioritas untuk mengurangi konsumsi daging yang tinggi, menerapkan diet dan mendukung pertanian skala kecil, ramah lingkungan, dan inisiatif-inisiatif konservasi masyarakat.
Brasil menjadi negara dengan penggundulan hutan terbesar di dunia. Pada 2005 dan 2015, Pemerintah Brasil menginvestasikan 3,18 miliar dolar Amerika Serikat dalam industri peternakan. Tahun 2017, 48 miliar dolar Amerika Serikat dialokasikan untuk industri agribisnis. Sedangkan, untuk mengatasi deforestasi dan degradasi hutan, Brasil hanya mengalokasikan 115,6 juta.
Baca juga: Tiga Poin Penting Konvensi Keanekaragaman Hayati Mesir
Presiden Brasil dari partai kanan yang menang, Jair Bolosonaro memicu peringatan untuk kalangan aktivis lingkungan terhadap nasib hutan hujan Amazon dan masyarakat adat. Deforestasi di Amazon meningkat hampir 50 persen selama tiga bulan yang membawa Bolsonaro berkuasa. Pada Agustus dan Oktober terjadi penggundulan hutan hingga 273 persen.
Aktivis Organisasi Non-Pemerintah, Friends of The Earth International, Nele Marien, mengatakan Bolsonaro menjadi ancaman dengan kebijakan-kebijakannya yang merusak hutan Amazon. Nele melihat Bolsonaro dan perusak lingkungan tidak memikirkan masyarakat adat. “Sekarang ini sangat krusial karena kerusakan ekosistem,” kata dia di sela aksi memprotes korporasi perusak lingkungan di lokasi konferensi.
Baca juga: Wilmar Diprotes Karena Merusak Keanekaragaman Hayati
Simak artikel menarik lainnya seputar keanekaragaman hayati atau biodiversitas hanya di kanal kanal Tekno Tempo.co.