TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat setelah gempa Mentawai pertama pada Sabtu sore, 2 Februari 2019, terjadi 52 kali gempa susulan hingga pukul 21.00 WIB. "BMKG terus memonitor perkembangan gempa susulan dan hasilnya akan diinformasikan kepada masyarakat," kata Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhammad Sadly dalam keterangan tertulis, Sabtu, 2 Februari 2019.
Baca juga: Rentetan Gempa Mentawai, Warga Pulau Pagai Mengungsi ke Bukit
Sadly mengatakan, ada lima aktivitas gempa yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat yaitu magnitudo 5,3; 6,1; 5,3; 5,9 dan 5,0. Dia berujar, dampak gempa bumi dirasakan di daerah Padang Panjang, Bukittinggi, Solok, Padang Pariaman, Painan, dan Kepulauan Mentawai tepatnya di kawasan Tuapejat, dan Pagai Selatan.
Menurut dia, sudah ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tersebut. "Berdasarkan data sementara tercatat Puskesmas Sikakap rusak ringan, Mercusuar yang sudah tidak berfungsi roboh," kata dia.
Berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, lindu di Mentawai diklasifikasi dalam gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Tepatnya, menurut dia, di zona Megathrust Segmen Pagai yang merupakan zona subduksi lempeng yang berada di Samudera Hindia sebelah barat Sumatra.
Baca juga: Kepulauan Mentawai Diguncang Rangkaian Gempa Megathrust
Konvergensi kedua lempeng tersebut membentuk zona subduksi yang menjadi salah satu kawasan sumber gempa bumi yang sangat aktif di wilayah Sumatera. "Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini dipicu sesar naik," katanya.
Gempa bumi di Mentawai terjadi di kedalam 26 kilometer. Gempa ini berpusat di laut pada jarak 105 kilometer arah tenggara Tuapejat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. BMKG menyatakan, gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Baca juga: Gempa M 6 Guncang Kepulauan Mentawai, Tak Berpotensi Tsunami
Simak kabar terbaru seputar gempa bumi Mentawai hanya di kanal Tekno Tempo.co.