BOS Samboja membangun 13 pulau buatan mengadopsi hutan tropis Kalimantan. Pulau ini merupakan observasi terakhir orangutan menuju program pelepasliaran.
Di pulau ini, orangutan dirangsang bertahan hidup di alam. Pawang pun menempatkan pakan buah buahan, jauh tinggi di atas pohon.
“Agar orangutan memanjat dan membuat sarang di atas pohon. Itu harus dilakukan setiap hari dan belum tentu berhasil,” papar Imam.
Memang, bukan perkara gampang melatih orangutan. Butuh kesabaran luar biasa para pawang.
Meskipun begitu, tantangan terberat sebenarnya merawat bayi orangutan. Mayoritas mereka adalah orangutan usia 0 hingga 2 tahun berstatus yatim piatu.
“Merawat bayi orangutan butuh kasih sayang. BOS Samboja memperkerjakan baby sitter perempuan menangani mereka ini,” papar Imam.
Penanganan bayi orangutan sama persis manusia. Seluruh bayi orangutan akan manja kepada baby sitter yang dianggap induknya.
Dua dari enam individu Orangutan bergelantungan di pohon setelah dilepaskan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Kabupaten Melawi, Kalbar, Kamis, 14 Februari 2019. IAR Indonesia bersama Balai TNBBBR dan BKSDA Kalbar melepasliarkan enam individu Orangutan di kawasan tersebut. ANTARA/Humas IAR Indonesia-Rudiansyah
“Bayi orangutan juga pakai popok, mereka tiap malam kadang terjaga dan rewel. Sehingga baby sitter menggendong dan memberi dot susu untuk menenangkannya,” ungkap Imam.
Setelah berusia di atas 3 tahun, orangutan mulai mengenal alam liar. Mereka belajar di sekolah hutan mempelajari keterampilan dasar seperti memanjat pohon, pembuatan sarang dan pencarian pakan.
“Pelatih dan orangutan lain akan mencontohkan keterampilannya. Pelatih bahkan mempraktekkan makan buah masam dengan mimik muka bahagia. Kalau terlihat tidak menikmati, orangutan pun enggan makan buahnya,” tuturnya.
Di sekolah hutan, pawang mengenalkan pakan asli mereka seperti pisang, cempedak, lay dan nangka. Orangutan pun dipandu menguasai teknik pembuatan sarang berupa kumpulan ranting dan daun.
Bayi orangutan umumnya butuh waktu tujuh tahun mempelajari program rehabilitasi. Mereka yang cerdas langsung berkesempatan tinggal di pulau pra pelepasliaran.
“Sedangkan yang bodoh mungkin selamanya hidup di BOS Samboja,” katanya.
Selepas di pulau buatan, orangutan terbaik berkesempatan ikut program pelepasliaran. Seperti sebulan lalu, CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite melepaskan enam orangutan ke Hutan Kehje Sewen seluas 86.450 hektare.
Di hutan ini sudah berpenghuni 103 individu orangutan program BOS Samboja.
"Kami sudah melepasliarkan orangutan sejak 2012 silam,” ungkap Jamartin.
Jamartin mengatakan, butuh komitmen tinggi melestarikan primata Kalimantan ini. Pelepasliaran orangutan setidaknya butuh biaya Rp 50 juta per individu.
Bukan hanya itu, tim rescue pun harus menerabas ratusan kilometer hutan belantara dan sungai deras di Kalimantan.
Namun sejak awal, Yayasan BOS memandang penting program guna menjaga kelangsungan populasi orangutan Kalimantan. Sehingga mereka memilih orangutan terbaik, dengan asumsi memiliki kemampuan cukup untuk bertahan hidup.
“Hutan Kehje Sewen merupakan tujuan pelepasliaran orangutan. Kapasitas tampungnya sudah hampir tidak memadai,” papar Jamartin.
Hutan Kehje Sewen sudah menampung 103 individu orangutan. Populasi maksimal di hutan ini hanya 150 individu.
Untuk itu pula, Jamartin kembali memutar otak mencari hutan restorasi baru untuk pelepasliaran. Zaman sekarang ini, bukan perkara gampang mencari hutan perawan yang cocok untuk populasi orangutan.
Selanjutnya: Njlimetnya Persyaratan Pelepasliaran