TEMPO.CO, Jakarta - Pakar pendidikan Ace Suryadi menyoroti lima kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, terutama soal pendidikan karakter dan Pancasila, serta risiko mengembangkan pendidikan dasar ke swasta terkait jargon sekolah gratis oleh pemerintah.
Guru besar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung itu, mengatakan pendidikan karakter dan pengamalan Pancasila harus mulai serius dilakukan karena itu bukan barang baru.
Sejak 1975 pendidikan karakter belum diketahui berhasil atau tidak karena tak kunjung dievaluasi. Pada kurikulum sebelumnya hanya tercantum sebagai mata pelajaran di sekolah. “Itu tidak akan berhasil. Menteri dan jajarannya penting memikirkan bagaimana pendekatan proses pembelajaran yang paling pas dan memberikan pelatihan yang cukup bagi guru,” katanya di Bandung, Rabu, 20 November 2019.
Dia mengusulkan agar pemerintah membuat program pembentukan karakter di sekolah yang berisi pengamalan Pancasila. Menurutnya perlu dibuat program yang sistematis dan sengaja diciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk terbentuknya karakter. Caranya bisa berupa peraturan sekolah, perlombaan, penyaluran bakat dan minat, atau mengapresiasi seni. “Banyak kegiatan positif di sekolah yang harus diprogramkan agar anak-anak terlibat sehingga terbentuklah nilai-nilai karakter.”
Pendidikan karakter menurut Ace sebetulnya ada di semua mata pelajaran melalui pembelajaran tematik yang sudah dikenal dalam Kurikulum 2016 dan 2013. Tapi karena guru-gurunya tidak dilatih, mereka kembali ke cara yang biasa mereka lakukan sebelumnya.
Ace juga menyoroti rencana pemerintah menata ulang perundang-undangan sampai perangkatnya. Ace mencontohkan Undang-undang No. 20 tahun 2003. Ada sebagian aturannya yang tidak harmonis dengan UUD 1945 seperti pada pasal 31 ayat 2. Setiap WNI wajib pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. “Tapi dalam Undang-undang masih ada biaya yang ditanggung renteng antara pemerintah dan masyarakat sampai SMA,” katanya.
Aturan itu harus dijabarkan dan dijelaskan benar definisi tentang kewajiban pemerintah membiayai pendidikan dasar. Pendidikan dasar menurut Ace seharusnya bebas biaya untuk semua. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dinilainya masih tanggung.
Unit pembiayaan BOS dinilainya sangat kecil ketimbang dana pendidikan yang benar-benar dibutuhkan siswa. Biaya per siswa pun perlu ditingkatkan besarannya karena harga-harga berubah. Kondisinya sekarang menurut Ace tidak ada sekolah yang benar-benar gratis atau tidak ada pembayaran langsung ke sekolah.
Dia juga mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dengan swastanisasi pendidikan terutama di pendidikan dasar. Sebaiknya pendidikan anak usia dini sampai kelas XII menjadi tanggung jawab pemerintah supaya terwujud layanan pendidikan yang adil. Kini ada ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta, atau antara sekolah siswa miskin dan kaya. Di sekolah swasta banyak orang tua yang sanggup membayar biaya jutaan rupiah sehingga pendidikan bisa bagus.
Bagi kalangan siswa miskin di desa dan kota, mereka tidak mungkin bersekolah di tempat seperti itu. “Jadi pendidikan di kita itu sangat memberikan pendidikan yang bermutu kepada orang kaya dan memberikan pendidikan yang tidak bermutu kepada orang miskin. Itu ketidakadilan yang mencolok.”
Pemerintah kata Ace harus lebih banyak memberikan bantuan dana kepada sekolah-sekolah miskin. Asas pemerataan dana BOS ke semua sekolah memunculkan ketidakadilan. Kebutuhan orang miskin tentunya lebih banyak. “Agak berisiko kalau menambah pendidikan dasar kepada swasta, yang sudah ada perlu diatur kembali,” katanya. Tujuannya agar siswa mendapat pelayanan yang merata dan adil.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Ade Erlangga sebelumnya mengungkapkan lima kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia. Kebijakan itu memprioritaskan pendidikan karakter dan pengamalan Pancasila, memotong semua regulasi yang menghambat terobosan dan peningkatan investasi.
Ketiga, kebijakan pemerintah harus kondusif untuk menggerakkan sektor swasta agar meningkatkan investasi di sektor pendidikan. Kemudian semua kegiatan pemerintah berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dengan mengutamakan pendekatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang baru dan inovatif.
Selain itu memperkuat teknologi sebagai alat pemerataan pendidikan baik daerah terpencil maupun kota besar untuk mendapatkan kesempatan dan dukungan yang sama untuk pembelajaran.