TEMPO.CO, Jakarta - Laman China National Center for Bioinformation (CNCB) 2019 Novel Coronavirus Resource (2019nCoVR) menyebutkan bahwa Indonesia sudah mengoleksi empat genom virus corona COVID-19. Data urutan gen virus itu dipandang sangat penting untuk mengetahui jenis, asal, dan mutasi virus yang beredar di Indonesia.
Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) yang mengungkap perkembangan itu. Namun disayangkan pula bahwa data genom itu tak tersedia bagi para peneliti di luar Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes).
Menurut, Sekretaris Jenderal ALMI, Berry Juliandi, para peneliti masih bertanya-tanya mengenai genom itu. “Tapi, sepertinya memang mereka (Balitbangkes) yang melaporkan (ke CNCB) karena mereka yang memiliki sampel tersebut. Namun datanya belum ada,” ujar dia saat dihubungi, Kamis, 16 April 2020.
Sejak diumumkannya kasus positif penyakit virus corona 2019 yang pertama pada 2 Maret 2020 lalu, data genom dan penanganan pasien belum bisa diakses. Dia mengatakan itu meski Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan Kemenkes membuka datanya untuk publik.
“Sampel sudah ada, yang belum ada data genomnya. Itu yang seharusnya sudah dipublikasikan bersama data genom virus di negara lain," kata Berry sambil menambahkan, "Seharusnya sudah dilakukan kalau melibatkan banyak peneliti di berbagai institusi."
Dosen di Departemen Biologi IPB University itu mengatakan, di Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memang sudah ada tim pakar dan peneliti yang terlibat. Namun, Berry mengimbau desentralisasi pekerjaan dan keterbukaan untuk partisipasi bagi seluruh ilmuwan yang ingin membantu.
Berry menyebutkan bahwa banyak sekali peneliti Indonesia yang mampu dan mau terlibat namun mereka mengalami kesulitan untuk bergabung karena birokrasi dan kurangnya keterbukaan dalam perekrutan. "Saat ini birokrasi tersebut seharusnya dipangkas dan dipermudah demi kemajuan bersama,” kata dia.
Guru Besar Biologi Molekuler Universitas Airlangga, Surabaya, Chairul Anwar Nidom, pernah mengungkap keluhan itu. Dia mengaku kesulitan untuk mendapatkan sampel virus corona untuk dia teliti lebih lanjut.
Dia mengibaratkan, saat ini di Indonesia hanya ramai di opini yang tidak jelas ujung pangkalnya dan tidak ada tindakan nyata. “(Untuk dapat sampel) kami bingung, apakah bersurat kepada presiden langsung, kepala BNPB, Menkes atau ke kepala Balitbangkes, kami belum pernah tahu regulasinya,” ujar Nidom yang juga Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin di Profesor Nidom Foundation (PNF) itu.
Dia menceritakan, prosesnya berbeda dengan pada saat dia aktif dalam riset wabah virus yang muncul sebelumnya seperti flu burung, flu babi, zika, dan MERS. Dalam menangani COVID-19, Nidom menilai, Indonesia terlalu fokus pada mitigasi akibat dari wabah, tidak ke penelitian dan riset terkait dengan virus.
Jadi saat ini, lulusan dokter hewan IPB University itu melanjutkan, butuh keterbukaan akses sumber virus selain sumber informasi. Menurutnya, harus ada fairness terhadap potensi semua anak bangsa. “Kami butuh informasi atau regulasi untuk permintaan virus tersebut, syaratnya apa. Jangan hanya fokus pada lockdown, PSBB, dan disinfektan saja,” kata Nidom.