TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi penyakit virus corona 2019 meningkatkan ketergantungan konektivitas masyarakat terhadap internet dan permintaan jaringan 5G. Jumlah pelanggan 5G di seluruh dunia diperkirakan meroket mencapai 190 juta pada akhir tahun ini dan 2,8 miliar pada akhir 2025.
Kecenderungan itu tertangkap dalam laporan mobilitas yang diterbitkan perusahaan teknologi jaringan Ericsson bulan ini. Dasarnya adalah orang-orang di seluruh dunia telah mengubah kehidupan sehari-hari mereka akibat pandemi Covid-19 di mana terjadi perpindahan tempat kerja dan proses belajar ke rumah.
Laporan juga menyajikan ulasan tentang peran jaringan dan infrastruktur digital dalam mendukung keberlangsungan kegiatan masyarakat, serta membantu keluarga tetap terhubung, selama masa pandemi Covid-19.
"Itu menunjukkan pertumbuhan data traffic dari bisnis ke perumahan bergeser dengan cepat, dan ini semakin menunjukkan pentingnya konektivitas," kata Country Head of Ericsson Indonesia Jerry Soper, dalam video konferensi pada Selasa, 23 Juni 2020.
Di wilayah Asia Tenggara dan Oseania, dia memperkirakan, permintaan terhadap jaringan 5G akan mencakup 21 persen pelanggan seluler pada 2025. Di beberapa negara penambahan jumlah pelanggan 5G di beberapa negara mungkin melambat akibat pandemi, tapi tidak dengan kawasan seperti Asia Tenggara itu.
“Hal ini mendorong Ericsson meningkatkan perkiraan pertumbuhan jumlah pelanggan 5G secara global hingga akhir 2020,” kata Soper.
Namun, Soper menambahkan, keberhasilan 5G tidak hanya diukur dari jumlah pelanggan yang tinggi. Menurutnya, dampak dari teknologi ini akhirnya dinilai dari manfaat bagi masyarakat dan pelaku usaha.
“5G adalah platform untuk inovasi karena teknologi ini akan merumuskan ulang cara orang berinteraksi, cara melakukan kegiatan sehari-hari, serta cara bisnis bekerja,” katanya menuturkan.
Perubahan perilaku akibat aturan penguncian wilayah atau lockdown menyebabkan berbagai perubahan terukur, baik pada jaringan kabel maupun seluler. Pangsa terbesar dari peningkatan lalu lintas data berasal dari jaringan kabel di wilayah perumahan, yang tumbuh 20-100 persen.
Menurut penelitian yang dilakukan Ericsson Concumer Lab, 83 persen responden dari 11 negara menyatakan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) membantu mereka menjalani masa lockdown. “Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan penerapan dan penggunaan berbagai layanan ICT, seperti, aplikasi e-learning dan kesehatan, yang bisa membantu masyarakat menyesuaikan diri yang didukung oleh konektivitas,” kata dia.
Ke depan, 57 persen responden menyatakan akan menabung demi keamanan keuangan mereka, sementara sepertiga lainnya berencana berinvestasi pada 5G dan jaringan broadband yang ditingkatkan di rumah mereka. “Hal tersebut dilakukan untuk menyiapkan diri dalam menghadapi kemungkinan gelombang kedua Covid-19,” kata Soper.