TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Airlangga Surabaya menyatakan masih menunggu momen diskusi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait izin produksi massal oleh pemerintah pusat atas obat Covid-19 yang mereka temukan. Unair menyatakan tidak akan menanggapi pandangan miring tentang temuan obat tersebut yang berkembang di tengah masyarakat sebelum melalui diskusi itu.
Juru bicara Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan itu saat dihubungi, Selasa pagi ini, 18 Agustus 2020. "Besok rencananya diskusi dengan BPOM itu, setelahnya nanti baru kami akan menanggapi," kata dia.
Sebelumnya, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono diberitakan mengancam menggugat apabila BPOM memberi izin untuk produksi massal tersebut. Pandu mempermasalahkan prosedur penelitian obat tersebut yang disebutnya mengambil jalan pintas.
Gugatan akan diajukannya kepada akademisi Universitas Airlangga sebagai lembaga yang disebutnya bertanggung jawab terhadap integritas ilmu pengetahuan. Kritik senada juga bisa ditemukan di media sosial, termasuk tentang cara tim peneliti Unair menyajikan hasil uji yang atas obat-obatan tersebut yang diklaim dari uji klinis tahap tiga.
Adapun agenda diskusi di BPOM pada Rabu juga telah diungkap sebelumnya oleh Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih. Menurutnya, pertemuan untuk menjelaskan berbagai isu secara gamblang dan detail berkaitan bahan-bahan obat yang ditemukam tim peneliti dari Unair didukung Badan Intelijen Negara atau BIN tersebut.
Nasih merujuk kepada tiga kombinasi obat Covid-19 yakni Lopinavir/Ritonavir-Azithromycin; Lopinavir/Ritonavir-Doxycycline; serta Hydrochloroquine-Azithromycin. Kombinasi-kombinasi dari obat yang sudah beredar di pasaran itu diklaim telah teruji memberi hasil efikasi menyembuhkan pasien Covid-19 non pengguna ventilator hingga 98 persen.
Baca juga:
Membandingkan Dua Uji Stemcell UI dan Unair Melawan Covid-19
"Untuk kombinasi obat yang tertentu efektivitasnya sampai 98 persen, yang paling rendah di angka 92 persen. Efektivitas ini berdasar dari sampel yang diambil secara acak," katanya, Minggu.
Menurut Nasih, sekalipun berupa kombinasi obat, BPOM tetap menganggap temuan tim peneliti Unair sebagai obat baru. Dia bahkan menambahkan kalau BPOM sudah pernah inspeksi uji kombinasi-kombinasi obat itu di Bandung. "Dari inspeksi ini, temuan-temuannya sudah kami tindak lanjuti," kata Nasih.