Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

WHO Belum Yakin Ada Vaksinasi Covid-19 Sampai Pertengahan 2021, Ini Alasannya

Reporter

Editor

Erwin Prima

image-gnews
Ilustrasi vaksin COVID-19 atau virus corona. REUTERS/Dado Ruvic
Ilustrasi vaksin COVID-19 atau virus corona. REUTERS/Dado Ruvic
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini mengatakan pihaknya tidak bisa mengharapkan vaksinasi Covid-19 dilakukan sebelum pertengahan tahun 2021. Pernyataan tersebut jelas bertentangan dengan keinginan beberapa negara untuk melakukan vaksinasi Covid-19 secepatnya.

Melansir Reuters pada Selasa, 8 September 2020, juru bicara WHO, Margaret Harris, mengatakan sejauh ini tidak ada satu pun dari kandidat vaksin dalam uji klinis lanjutan yang memiliki setidaknya 50 persen kemanjuran seperti yang diharapkan WHO.

Meskipun beberapa vaksin sudah melewati uji klinis tahap ketiga dengan melibatkan ribuan relawan, hal itu belum cukup untuk memastikan efektivitas dan keamanan vaksin tersebut.

“Tahap tiga ini membutuhkan waktu yang lebih lama, perlu melihat tingkat protektif dari vaksin tersebut, kita juga perlu melihat seberapa aman vaksin itu,” ujar Harris.

Dalam prosedur normal, penyelenggara uji coba vaksin harus menunggu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk dapat memastikan efektivitas dan keamanan vaksinnya tersebut.

Meskipun sampai sekarang sudah ada setidaknya enam sampai sembilan vaksin yang sudah banyak diuji coba, Haris mengungkapkan dirinya tidak memprediksi ada vaksinasi sampai pertengahan tahun depan.

“Dalam kerangka waktu yang realistis, kami benar-benar tidak memprediksi ada vaksinasi secara luas sampai pertengahan tahun 2021,” ujar Harris, dikutip dari SCMP.

Harris juga mengatakan banyak orang telah divaksinasi, sementara WHO tidak tahu mengenai efektivitas vaksin yang digunakan tersebut. Menurutnya, hasil dari setiap uji coba harus dilaporkan agar bisa dilakukan penilaian lebih lanjut.

Selama masa pandemi, beragam perusahaan farmasi dari beberapa negara memang tengah berlomba mengembangkan vaksin virus corona dengan cepat. Sebut saja Rusia. Negara ini dinilai memberikan persetujuan untuk vaksin Covid-19 dalam waktu yang sangat singkat.

Selain itu, pejabat kesehatan Amerika dan perusahaan farmasi Pfizer, juga mengatakan bahwa vaksin di negeri Paman Sam tersebut siap didistribusikan paling cepat akhir Oktober 2020. Beberapa pihak menilai upaya yang dilakukan Amerika memiliki keterikatan dengan agenda pemilihan umum Presiden Amerika Serikat pada November 2020.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Diberitakan SCMP, pada 10 Agustus 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (PDA) menetapkan tingkat kemanjuran vaksin minimal 50 persen sebelum disetujui, itu artinya pasien Covid-19 memiliki peluang seimbang untuk sembuh atau tidak. Dari penetapan tersebut, peneliti menilai vaksin yang diproduksi dengan tingkat kemanjuran tersebut berisiko menjadi vaksin yang lemah.

Direktur for Research Innovation di Biotechnology and Drug Discovery di Washington University, St Louis, Michael Kinch, mengatakan vaksin yang lemah bisa jadi memberikan rasa aman yang salah dan tidak menghentikan penyebaran virus sejak awal. Selain itu, penelitian yang hanya dilakukan beberapa bulan belum cukup untuk mengetahui adanya efek samping dan daya tahan vaksin tersebut.

“Dari sudut pandang logistik, vaksin yang lemah mungkin memerlukan banyak dorongan dari waktu ke waktu. Itu akan menambah biaya dan waktu yang cukup besar untuk seluruh populasi di dunia, kemudian apakah semua orang bersedia disuntik vaksin tambahan, khususnya jika vaksin tersebut ada efek sampingnya,” ujar Kinch, dikutip dari SCMP.

Dia menambahkan, idealnya vaksin harus efektif selama 10 sampai 12 tahun. Meskipun pada generasi pertama vaksin mungkin tidak mencapainya, para ilmuwan bisa mengembangkannya di generasi kedua.

Sementara itu, seorang profesor di Departemen Kedokteran di Imperial College, London, Daniel Altmann, mengatakan penerapan vaksin dengan kekebalan jangka pendek untuk skala besar merupakan mimpi buruk. Memproduksi, meluncurkan, kemudian memantau miliaran dosis vaksin akan menjadi tantangan logistik yang setara dengan mobilisasi untuk perang dunia atau misi ke Mars.

“Ini tidak boleh menjadi balapan gila untuk mencapai garis akhir, kami benar-benar membutuhkan perbandingan yang tenang untuk membuat pilihan terbaik, yang mungkin melibatkan beberapa vaksin,”ujar Altmann.

Altmann juga menambahkan, lebih baik mencari vaksin yang dapat bertahan selama sepuluh tahun, dari pada memaksakan vaksin dengan ketahanan hanya satu tahun dan harus memulainya lagi dari awal

REUTERS | SCMP | MUHAMMAD AMINULLAH

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

1 hari lalu

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono  dalam konferensi pers bertajuk Menuju Eliminasi Lemak Trans di Indonesia pada 6 Mei 2024 di Jakarta/Tempo-Mitra Tarigan
WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

Ada banyak dampak buruk konsumsi lemak trans dalam kadar yang berlebih. Salah satu dampak buruknya adalah tingginya penyakit kardiovaskular.


Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

3 hari lalu

Vaksin AstraZeneca menjadi satu di antara vaksin yang digunakan banyak negara termasuk Indonesia dalam melawan pandemi virus corona. Sarah Gilbert juga melepas hak paten dalam proses produksi vaksin tersebut, sehingga harga vaksin bisa lebih murah. Sarah dan sejumlah ilmuwan yang terlibat dalam pembuatan vaksin telah dianugrahi gelar kebangsawanan oleh Ratu Elizabeth II tahun ini. REUTERS
Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.


Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

3 hari lalu

Presiden AS Joe Biden besama mantan presiden AS Barack Obama meninggalkan Air Force One di Bandara Internasional John F Kennedy di New York, AS 28 Maret 2024. REUTERS
Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden


Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

4 hari lalu

PM Israel Benyamin Netanyahu dan istrinya, Sara. REUTERS
Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.


WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

4 hari lalu

Warga Palestina menikmati pantai pada hari yang panas, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, 24 April 2024. REUTERS/Mohammed Salem
WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.


Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

5 hari lalu

Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Abdul Azis Syah Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Rabu, 11 Maret 2020. Kementerian Kesehatan mencatat jumlah kasus DBD di Indonesia telah menelan 100 korban meninggal dari total 16.099 kasus dalam periode Januari sampai dengan awal Maret 2020. ANTARA/Syifa Yulinnas
Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?


Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

5 hari lalu

Seorang petugas kesehatan memegang botol berisi vaksin Oxford/AstraZeneca coronavirus disease (COVID-19) di Rumah Sakit Nasional di Abuja, Nigeria, 5 Maret 2021. [REUTERS/Afolabi Sotunde]
Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia


Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

5 hari lalu

Pada acara vaksinasi booster ini tersedia dosis vaksin Astra Zeneca, Sinovac, dan Pfizer di Polsek Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat 17 Juni 2022. Adanya virus omicron subvarian baru yaitu BA.4 dan BA.5 yang berpotensi membuat lonjakan kasus Covid-19. Tempo/Muhammad Syauqi Amrullah
Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.


Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

5 hari lalu

Mesin robot ekstraksi vaksin Covid-19 bernama AutoVacc, yang dirancang oleh Pusat Penelitian Teknik Biomedis Universitas Chulalongkorn untuk mengekstrak dosis ekstra dari botol vaksin AstraZeneca, terlihat di Bangkok, Thailand 23 Agustus 2021. Gambar diambil 23 Agustus 2021. REUTERS/Juarawee Kittisilpa
Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.


Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

5 hari lalu

Seorang petugas kesehatan memegang botol berisi vaksin Oxford/AstraZeneca coronavirus disease (COVID-19) di Rumah Sakit Nasional di Abuja, Nigeria, 5 Maret 2021. [REUTERS/Afolabi Sotunde]
Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.