Dalam studi berjudul 'Unusual Features of the SARS-CoV-2 Genome Suggesting Sophisticated Laboratory Modification Rather Than Natural Evolution and Delineation of Its Probable Synthetic Route' itu, mereka menuliskan bahwa SARS-CoV-2 menunjukkan karakteristik biologis yang tidak sejalan dengan virus zoonosis yang terjadi secara alami.
"Bukti menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 seharusnya merupakan produk laboratorium yang dibuat dengan menggunakan virus corona kelelawar ZC45 dan atau ZXC21 sebagai kerangka," tulis penelitian yang terbit di jurnal Zenodo, 14 September 2020, lalu.
Li-Meng bahkan mendalilkan, menurut bukti yang didapatnya, rute sintetis untuk SARS-CoV-2 dapat diselesaikan dalam waktu sekitar enam bulan. Apa yang kemudian direkomendasikan oleh laporan setebal 26 halaman itu adalah menekankan perlunya penyelidikan independen ke dalam laboratorium penelitian yang relevan.
Ada tiga bukti virus berbasis laboratorium berdasarkan studi itu. Pertama, urutan genomik SARS-CoV-2 mirip dengan virus corona kelelawar yang ditemukan oleh laboratorium militer di Third Military Medical University (Chongqing, Cina) dan Research Institute for Medicine of Nanjing Command (Nanjing, Cina).
Kedua, motif pengikat reseptor (RBM) di dalam protein Spike SARS-CoV-2, yang menentukan spesifisitas inang virus, mirip dengan SARS-CoV dari epidemi 2003.
Baca juga:
Masih Berpikir Virus Corona Buatan Lab? Simak Studi Baru Ini
Ketiga, SARS-CoV-2 mengandung situs pembelahan furin yang unik dalam protein Spike-nya, yang dikenal sangat meningkatkan infektivitas virus dan tropisme sel. Namun, situs pembelahan ini sama sekali tidak ada dalam kelas khusus virus corona yang ditemukan di alam.
AS | ZENODO | NEW YORK TIMES | FOX NEWS | DAILY BEAST