TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, menanggapi perihal keberadaan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam sejumlah riset penanganan wabah Covid-19 di tanah air. BIN di antaranya hadir di antara pelaku riset obat di Universitas Airlangga, Surabaya, dan pencipta alat tes Covid-19 GeNose dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
BIN juga telah diketahui luas ikut bersama otoritas kesehatan melakukan pemeriksaan sampel atau spesimen dalam rapid test maupun swab test kasus Covid-19. Mereka mengoperasikan sejumlah laboratorium bergerak di banyak daerah.
Menristek Bambang mengakui keberadaan BIN yang cukup luas tersebut namun tak mempermasalahkannya. "Selama dia bisa kasih dukungan (terhadap riset), baik-baik saja menurut saya," katanya dalam konferensi video eksklusif dengan Wuragil, Mahardika, dan Abdul Manan dari Tempo, Selasa sore 6 Oktober 2020.
BIN diakuinya membantu inisiasi penelitian GeNose di UGM. Alat yang dijuluki sebagai teknologi pengendus Covid-19 ini mendeteksi--berbasis kecerdasan buatan--virus corona SARS-CoV-2 melalui napas pasien. Akurasi uji awalnya mencapai 97 persen dan kini sedang menjalani uji klinis didukung Kementerian Ristek/BRIN.
BIN juga disebutnya membantu beberapa kampus seperti Unair dalam riset obat yang sempat heboh karena dipertanyakan prosedur uji klinisnya tersebut. Lembaga Biologi Molekuler Eijkman tak terkecuali diberikannya bantuan peralatan.
Baca Juga:
Menristek mengungkapkan bantuan sebuah alat yang bisa memeriksa 1.000 sampel per hari seharga Rp 10 miliar, "Ini adalah donasi dari swasta yang didapat dari approach yang dilakukan BIN," katanya.
Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang juga Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kanan) berbincang dengan Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid (tengah) dan Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih usai menerima hasil uji klinis tahap tiga obat baru untuk penanganan pasien COVID-19 di Jakarta, Sabtu, 15 Agustus 2020. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Itu sebabnya, ekonom UI yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sebelumnya ini menyambut baik peran BIN karena dianggapnya mampu menginisiasi riset. "Sebagai inisiasi ya, tapi pada tahap berikutnya kan tetap harus independen mengikuti semua prosedur seperti soal obat itu harus ada uji klinis, izin BPOM, dan lain-lain."
Ditanyakan tentang peran inisiasi yang seharusnya dijalankan BRIN, Bambang menjawabnya dengan dalih keleluasaan penggunaan anggaran. Kementerian Ristek, kata dia, harus memikirkan seluruh institusi riset dan terikat kepada tahapan yang dimulai dari pengajuan proposal.
Baca juga:
BIN Beri Unair Alat Laboratorium Canggih untuk Teliti Covid-19
"Kami, misalnya, tidak bisa langsung datang ke sebuah kampus memberi dana untuk minta dibikinkan sesuatu...tapi kalau BIN kan bisa lebih leluasa," katanya.