TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara resmi membuka Festival Iklim 2020 pada Rabu, 7 Oktober 2020. Festival yang dibuka di lingkungan arboretum kantor kementerian itu mengambil tema 'Penguatan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Masa Pemulihan Pandemi Covid-19'.
“Dalam situasi seperti sekarang, Festival Iklim 2020 menjadi penting untuk mengingatkan kembali gelora semangat kebersamaan dan pelibatan para pihak dalam mengatasi perubahan iklim sesuai perannya masing-masing,” kata Wakil Menteri KLHK Alue Dohong, pada acara yang menerapkan protokol Covid-19 tersebut.
Dia menerangkan, Festival Iklim 2020 merupakan sarana sosialisasi kepada publik tentang implementasi kebijakan perubahan iklim yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) dalam kurun lima tahun usianya saat ini.
Festival pada tahun ini juga disebutnya menjadi titik awal dimulainya implementasi Persetujuan Paris yang yang telah diratifikasi empat tahun silam di Indonesia. Persetujuan yang telah menjadi undang-undang tersebut tersebut menetapkan komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29-41 persen per 2030 nanti.
"Pengurangan emisi tersebut berfokus pada lima sektor yaitu hutan dan lahan, limbah, energi dan transportasi, industri, dan pertanian," katanya.
Dalam acara yang sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi, yang hadir secara virtual, mengajak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mewujudkan dan mengelola undang-undang kehutanan serta undang-undang perlindungan masyarakat adat untuk menjaga kelestarian alam Indonesia. Dengan terwujudnya dua undang-undang tersebut, menurut Dedi, akan ada keseimbangan dalam tata kelola sistem perundang-undangan Indonesia.
“Ekonomi boleh berkembang, tapi ekologi juga harus dijaga. Karena jika ekologi hancur, kita akan mengeluarkan biaya setiap tahun untuk pemulihan yang jauh lebih mahal,” katanya memperingatkan
Mantan Bupati Purwakarta itu juga mengatakan bahwa masyarakat tradisional di pedalaman mampu memahami alam secara utuh. Hal itu disebabkan masyarakat tradisional menilai alam sebagai fungsi spiritualitas, bukan sekadar fungsi ekonomi. “Kita ini orang kota punya nafsu ekonomi, tapi mereka kaum tradisi hanya punya nafsu ekologi,” kata dia lagi.
Sebelumnya, dalam laporan yang diberikan di awal acara, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Ruandha Agung Sugardiman, mengatakan bahwa festival akan digelar hingga puncaknya pada 27 Oktober mendatang. Pada hari itu dijadwalkan pemberian apresiasi oleh Menteri KLHK terhadap aksi mitgasi dan adaptasi perubahan iklim di program Kampung Iklim.
Menuju ke sana, Festival Iklim 2020 juga akan diisi dengan beberapa kegiatan mulai dari peluncuran inovasi, webinar, pameran dan juga lomba bertema sama yakni mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara virtual. Untuk mengakses informasi langkap, masyarakat bisa mengunjungi laman festivaliklim2020.id untuk acara-acara yang bisa diikutinya tersebut.
MUHAMMAD AMINULLAH | ZW