“Kenapa dia bisa muncul garis merah di situ, karena di kertasnya kami sudah cetak, ada biosensor, itu adalah molekul penangkap virus,” kata Yusuf menerangkan.
Biosensor pada rapid test tersebut adalah antibodi antigen yang dihasilkan dari ayam yang disuntikkan protein antigen virus. Biosensor tersebut akan mendeteksi reaksi antibodi antigen terhadap protein virus yang ditangkap alat itu dengan hasil berupa tampilan dua garis merah.
Baca juga:
Ini Sebab Antibodi Tak Berkutik Lawan Virus Corona
“Kami menggunakan ayam untuk memproduksi antibodi IgY dari kuning telur. Kami suntikkan antigen virus ke ayam. Nanti ayam akan memproduksi antibodi yang spesifik yang bisa menangkap si virusnya. Itu lebih mudah,” kata Yusuf memaparkan.
Yusuf mengatakan, antibodi IgY itu relatif akurat untuk dipergunakan sebagai komponen rapid test Covid-19. Seluruh pengujian yang dilakukan pada sampel swab dengan hasil positif lewat uji PCR menghasilkan bacaan dua garis merah pada alat rapid test CePAD, yang menandakan keberadaan SARS-CoV-2 terdeteksi.
4. Tantangan Pengembangan di Indonesia
Yusuf mengatakan, biaya pengembangan antibodi antigen tersebut terhitung mahal karena mayoritas bahan baku seperti protein virus dan peralatan yang dipergunakan seperti kertas mikroselulosa masih impor. Itu sebabnya kebanyakan produsen rapid test akhirnya memilih untuk mengimpor antibodi karena biaya produksi rapid test akan jauh lebih ekonomis.
“Tapi kalau dari sudut pandang industrinya, dan secara ilmu pengetahuan, jadinya tidak akan pernah berkembang,” kata dia sambil menambahkan timnya menuntaskan pengembangan protein antigen sendiri. "Kebetulan Pusat Riset kami bidang kajiannya itu, sains protein, kami bisa memproduksi antigen sendiri,” kata dia.