TEMPO.CO, Jakarta - Insiden kebocoran data pribadi pengguna kembali terjadi. Sebuah laporan mengungkap ada 553 juta data pribadi pengguna Facebook berupa nomor telepon, ID Facebook, nama lengkap, lokasi, tanggal lahir, bios, dan dalam beberapa kasus ada alamat email bocor secara online.
Baca:
Ahli ITB Ungkap Cara Petir Tropis Bisa Membakar Kilang Pertamina Balongan
Perusahaan keamanan siber Kaspersky menanggapi kabar kebocoran data pribadi tersebut. Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky menjelaskan dari segi bisnis, komunikasi menjadi kunci penting.
Karena, kata dia, hal itu bisa memandu para pelanggan memperoleh informasi yang cepat dan akurat. “Membantu organisasi mendapat kepercayaan kembali mereka kepada publik secepat mungkin,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Selasa, 6 April 2021.
Selain itu, penting juga untuk mempertahankan keberlangsungan rencana bisnis dengan memastikan setiap kerentanan telah ditambal dan melakukan pembaruan perangkat lunak untuk mencegah pelanggaran data lebih lanjut.
Baca Juga:
Dikutip Business Insider, Senin, 5 April 2021, kebocoran Facebook juga mencakup pengguna dari 106 negara, termasuk lebih dari 32 juta di Amerika Serikat, 11 juta di Inggris, dan 6 juta di India. Data tersebut dibocorkan oleh pengguna di forum peretasan secara online.
Menurut Yeo Siang Tiong, dengan mendapat akses ke nomor telepon, ID pengguna, nama lengkap, dan bahkan alamat email, para pelaku kejahatan siber memiliki ruang terbaik. Mereka dapat meluncurkan beberapa serangan dunia maya dalam bentuk penipuan phishing, rekayasa sosial, hingga bobol sistem TI organisasi untuk menyebar ransomware.
“Keamanan siber membutuhkan kerja sama dari seluruh pilar. Dan setiap upaya dalam meminimalisir pelanggaran data akan membutuhkan upaya proaktif dari konsumen yang terkena dampaknya,” tutur dia.
Selain mengubah kata sandi dan menjalankan solusi antivirus yang efektif, pengguna juga perlu mengetahui tindakan saat setelah identitas tercuri. Langkah ini akan membantu mencegah para pelaku kejahatan siber mengeksploitasi data lebih lanjut.
Saat setelah menemukan akses tidak sah ke akun pribadi, segera hubungi penyedia layanan (service provider) dan berikan penjelasan lengkap kepada mereka. Sehingga pengguna tidak perlu bertanggung jawab atas apa pun yang terjadi.
Dalam hal ini, ketika data pribadi lama muncul kembali secara online, pengguna bisa menghindari konsekuensi jangka panjang dari pencurian identitas. “Caranya memantau aktivitas keuangan Anda, mengingat ini masih menjadi target utama bagi banyak pelaku kejahatan siber,” kata Yeo Siang Tiong.