TEMPO.CO, Jakarta - Setelah berbulan-bulan melambat, penambahan jumlah kasus baru Covid-19 harian meningkat kembali di empat negara di Inggris Raya. Skotlandia adalah yang terparah, Inggris kedua.
Melonjaknya kasus baru didorong oleh virus varian delta (B.1.617.2). Varian Covid-19 turunan dari yang diketahui menyebar pertama di India ini diyakini 60 persen lebih menular daripada varian yang sebelumnya mendominasi di Inggris Raya yakni alpha (B.1.1.7). Varian delta kini telah ditemukan di 91 persen kasus baru di Inggris Raya.
Kabar baiknya, menurut Direktur Insiden Covid-19 Nasional di Public Health Skotlandia Jim McMenamin, adalah vaksin-vaksin Covid-19 masih sangat efektif.
Data dari Public Health Inggris menyebut kalau dua kali suntik atau dosis lengkap vaksin Covid-19 akan 80,8 persen efektif melawan gejala infeksi virus varian delta. Tapi, jika hanya satu dosis, hanya didapat perlindungan sebesar 33,2 persen. Angka-angka yang sama untuk varian alpha adalah 88,4 dan 50,2 persen.
"Itu sebabnya kita harus segera mendistribusikan dosis yang kedua," kata McMenamin tanpa merinci di antara jenis-jenis vaksin yang ada saat ini.
Per awal pekan ini, baru 45 persen populasi di Inggris yang telah menerima vaksinasi Covid-19 dosis lengkap dan 17 persen lainnya baru satu kali suntik. Sementara masih ada 38 persen yang sama sekali belum menerima dosis vaksin Covid-19.
Temuan lain dari Skotlandia menduga infeksi virus yang varian delta bakal melipatgandakan risiko gejala yang membutuhkan rawat inap di rumah sakit dibandingkan infeksi oleh varian alpha. Ini terjadi pada mereka yang belum sama sekali divaksin.
Belum diketahui efek varian delta pada kematian. "Kami belum punya cukup data tentang ini," kata Chris Robertson dari University of Strathclyde. Dia menjadi bagian dari tim di Public Health Skotlandia yang menganalisis data 99 persen dari 5,4 juta populasi di negara itu--sebanyak sekitar 1,9 juta di antaranya belum divaksin.
Belum jelas pula efek varian delta terhadap kebutuhan perawatan yang intensif (ICU). Soal ini disampaikan Rowland Kao dari University of Edinburgh. Dia tidak terlibat dalam riset yang sama dengan Robertson.
Ketua tim peneliti di Public Health Skotlandia, Aziz Sheikh, menyambut baik keputusan Inggris Raya menunda pencabutan pembatasan ketat yang terbaru. Menurut pakar dari University of Edinburgh ini, penundaan akan menyediakan kesempatan untuk meningkatkan proporsi populasi yang telah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap.
"Penundaan juga akan memberikan lebih banyak waktu kepada para ilmuwan untuk meneliti bahaya sebenarnya dari Covid-19 varian delta ini," kata Mark Woolhouse, juga dari University of Edinburgh.
Pada Desember lalu, Inggris Raya memutuskan menambah interval waktu antara pemberian dosis pertama dan kedua yang direkomendasikan pabrikan vaksin. Rekomendasinya adalah 3-4 minggu menjadi hingga 12 minggu. Alasannya, agar semakin banyak populasi yang 'terpapar' dosis vaksin. Tapi sekarang, setiap warga berusia 40 tahun atau lebih akan bisa mendapatkan suntikan vaksin yang kedua delapan minggu setelah yang pertama.
ilustrasi - Dokter memegang botol ampul kaca mengandung sel molekul virus corona Covid-19 asal Inggris yang telah mengalami mutasi RNA menjadi varian baru. (ANTARA/Shutterstock/pri.)
Dalam survei terpisah oleh UK Office for National Statistics (ONS) didapati pula kalau peluang terinfeksi Covid-19 berkurang tajam pada jarak 21 hari setelah vaksinasi suntikan yang pertama. Sekalipun masih tertular, peluang infeksinya bergejala juga lebih kecil pada orang-orang yang telah divaksin ketimbang pada mereka yang belum mendapatkan vaksin sama sekali.
Survei dilakukan pada sampel orang dewasa penerima vaksin Covid-19 hingga periode 31 Mei 2021. Kantor Statistik itu menduga masih adanya peningkatan risiko terinfeksi pada hari-hari setelah suntikan vaksin dosis pertama, yang memuncak sekitar hari ke-16. Setelahnya, risiko berkurang tajam hingga sekitar satu bulan berselang dari suntikan itu, dan setelahnya lagi pengurangan risiko melandai namun stabil.
NEW SCIENTIST | GAVI
Baca juga:
Eijkman: Gejala Infeksi Covid-19 Varian Delta di Indonesia Ringan