TEMPO.CO, Jakarta - Para perempuan hamil yang menjadi korban bencana alam memiliki peluang besar untuk melahirkan bayi prematur. Tim peneliti dari Australian National University (ANU), Australia, memperkuat kecenderungan ini dalam studinya terhadap para perempuan di Gunung Sinabung, Sumatera utara, yang sedang hamil saat harus dievakuasi.
Mereka meneliti para perempuan yang sedang hamil di antara warga desa di lereng gunung itu yang bolak-balik dievakuasi sejak Gunung Sinabung aktif pada 2010 hingga 2018 lalu. Studi yang dipimpin Geoff Kushnick, doktor dari Fakultas Arkeologi dan Antropologi ANU, menunjukkan meningkatnya kejadian kelahiran prematur itu ditambah dengan bayi-bayi yang lahir dengan ukuran badan lebih pendek.
"Fakta para bayi terlahir dengan bobot normal, tapi lebih pendek, bukanlah sesuatu yang pernah kami lihat dalam studi-studi sebelumnya," kata Kushnick, dalam keterangan tertulis yang dibagikan ANU pada akhir pekan lalu, bersamaan dengan publikasi hasil studi American Journal of Human Biology 17 Juni 2021.
Rekan penulis studi itu, Alison Behie, associate professor dari fakultas yang sama, menulis dugaan penyebab kencenderungan dan fakta yang ditemukan itu adalah stres yang dialami para perempuan itu terkait evakuasi yang dijalani. "Stres itu mungkin berpengaruh ke perkembangan plasenta dan mengganggu pola pertumbuhan reguler."
Behie mengingatkan bahwa persalinan prematur telah diketahui dapat berimplikasi ke kesehatan jangka panjang bukan hanya bagi si ibu, tapi juga sang bayi. "Meningkatkan secara signifikan risiko kematian bayi di usia awalnya, dan ada peluang yang lebih tinggi pula untuk masalah pernapasan dan masalah kesehatan lainnya," kata dia.
Gunung Sinabung menyemburkan material vulkanik saat erupsi, di Karo, Sumatera Utara, Selasa 7 Mei 2019. Gunung Sinabung berstatus Awas (level IV) kembali erupsi dengan tinggi kolom abu vulkanik mencapai 2.000 meter. ANTARA FOTO/Sastrawan Ginting
Secara keseluruhan, Kushnick dan Behie menghitung, ada sekitar 17 ribu warga desa yang dievakuasi karena erupsi Gunung Sinabung sepanjang 2010-2018. Mereka menyampaikan, harus dibangun sistem dukungan yang lebih baik bagi mereka dan juga semua korban bencana alam di Indonesia.
Bukan hanya di Indonesia, Kushnick mengatakan, hasil studi yang sama tentang kecenderungan bayi lahir prematur pernah didapati pula di Australia. Menurutnya, belum terlambat untuk belajar dari hasil studi-studi itu. "Terutama karena bencana alam kini menjadi lebih sering terjadi," katanya.
ANU | AMERICAN JOURNAL OF HUMAN BIOLOGY
Baca juga:
Perdagangan Burung Kakatua di Indonesia Diteliti, Ini Hasil Temuannya