TEMPO.CO, Jakarta - Informasi mengenai Covid-19 varian baru yang dinamai Mu atau secara ilmiah dikenal sebagai B.1.621 ramai diberitakan. Varian yang pertama kali diidentifikasi di Kolombia pada Januari 2021 oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO ini telah diklasifikasikan masuk variant of interest (VoI) sejak 30 Agustus lalu.
Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, menerangkan, jika bukti-bukti ilmiahnya sudah lebih jelas maka mungkin saja varian itu "naik kelas" menjadi variant of concern (VoC) yang tentu perlu perhatian lebih mendalam lagi. “Walau mungkin juga tetap sebagai VoI saja,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin, 13 September 2021.
Varian Delta yang sekarang menjadi salah satu varian dominan di banyak negara, termasuk Indonesia, kata Tjandra, juga awalnya dikategorikan sebagai VoI dan kemudian masuk dalam kelompok VoC dengan berbagai masalahnya hingga kini.
Selain VoC dan VoI, WHO juga belakangan mengidentifikasi varian-varian lain yang bukti ilmiahnya masih sangat awal dan perlu pengamatan lebih lanjut, disebut sebagai surrently designated “Alert for Further Monitoring”. Salah satunya adalah varian yang bermula dari Indonesia, yaitu B.1.466.2 yang disebutkan bahwa sampel mulai didokumentasikan pada November 2020 mulai dimasukkan sebagai “Alert for Further Monitoring” pada 28 April 2021.
Setidaknya ada lima hal yang dapat dan perlu dilakukan untuk antisipasi varian Mu atau varian baru lain yang mungkin datang saat jumlah kasus baru di tanah air terus dideklarasikan menurun. Berikut penuturan Tjandra yang merupakan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 itu selengkapnya:
1. Tingkatkan jumlah pemeriksaan WGS
Upaya terus menerus untuk meningkatkan jumlah pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) di Indonesia, untuk menemukan jika sudah ada berbagai jenis varian baru di negara Indonesia. Data sampai 11 September 2021 di GISAID yang mengumpulkan genome seluruh dunia menunjukkan bahwa Indonesia sudah memeriksa dan memasukkan data 6.035 genome.
Singapura yang lebih kecil dan sedikit luas wilayah dan jumlah penduduknya mengirim lebih banyak yaitu 6.807 genome, India bahkan sudah memeriksa dan memasukkan 46.375 genome, hampir delapan kali lebih banyak dari Indonesia. “Yang paling banyak memeriksa dan mengumpulkan genome di dunia adalah Inggris, 811.630, dan Amerika Serikat sudah hampir sejuta, tepatnya 931.373 genome,” tutur Tjandra.
2. PPKM yang memadai dan 5M
Calon penumpang memindai QR Code pada aplikasi PeduliLindungi saat memasuki Stasiun Manggarai untuk menaiki KRL di Stasiun Manggarai, Senin, 13 September 2021. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa PPKM diperpanjang agar terus mengendalikan penularan virus Corona yang saat ini semakin berkurang. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Tjandra juga menyarankan agar tetap melakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM yang memadai. Menurutnya, pembatasan sosial merupakan faktor penting untuk mengurangi kemungkinan penularan, dan jika ada penularan di masyarakat yang luas, maka virus akan terus bereplikasi yang justru mungkin menimbulkan terjadinya mutasi dan varian baru.
“Selain itu tingkatkan protokol kesehatan 5M yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas,” kata Tjandra menambahkan resep mengendalikan angka penularan kasus baru Covid-19.