TEMPO.CO, Jakarta - Disrupsi yang terjadi diberbagai sektor kehiduoan saat ini, memaksa kalangan pendidikan untuk sigap dan cepat menyesuaikan model pendidikan dan kurikulum yang diajarkan kepada murid dan mahasiswa. Bila tidak adaptif, kampus akan ketinggalan zaman.
Persoalan disrupsi di era revolusi industri 4.0 dan dampaknya terhadap pendidikan ini menjadi konsen Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi. Karena itu ia meminta pimpinan perguruan tinggi untuk memberikan bobot SKS yang besar untuk belajar langsung dari praktisi dan pelaku industri.
Pada masa pandemi tak hanya sektor ekonomi yang terpengaruh, namun dunia pendidikan juga. Pada Konferensi Forum Rektor Indonesia 2021, pada Selasa 27 Juli 2021 lalu Jokowi meminta pimpinan universitas memberikan bobot SKS yang jauh lebih besar bagi mahasiswa untuk belajar dari praktisi dan industri.
Kalangan kampus, diminta Jokowi untuk memfasilitasi praktisi dan pelaku industri untuk memberi kuliah kepada para mahasiswa. Jokowi menginginkan universitas berkolaborasi dengan industri dan ptraktisi.
“Eksposur mahasiswa dan dosen kepada industri teknologi masa depan harus ditingkatkan, pengajar dan mentor dari pelaku industri, magang mahasiswa ke dunia industri, dan bahkan industri sebagai tenant di dalam kampus harus ditambah, termasuk organisasi praktisi lainnya juga harus diajak berkolaborasi,” ujarnya dalam memberikan sambutan.
Menurut Jokowi, pandemi Covid-19 merupakan rangkaian serial disrupsi yang menambah disrupsi dari revolusi industri 4.0. Perubahan tersebut dapat dirasakan dalam semua bidang kehidupan yang beralih menjadi serba digital. “teknologi cloud computing, internet of things, artificial intelligence, big-data analytics, advance robotics, virtual reality telah membawa perubahan di segala bidang, di semua bidang,” ungkapnya.
“Perdagangan telah bergeser menjadi e-commerce, dunia perbankan telah terdisrupsi oleh hadirnya fintech dan berbagai macam e-payment,” lanjut Jokowi. Ia menambahkan, disrupsi dalam bidang kedokteran dan farmasi, profesional hukum, dan pendidikan yang masing-masing diguncang oleh healthtech, rechtech, dan edutech.
Dalam menyikapi hal ini Jokowi menyampaikan bahwa perguruan tinggi harus menguatkan diri sebagai edutech institutions. Salah satu pemanfaatan teknologi dalam perguruan tinggi adalah digital learning. Jokowi menuturkan dengan digital learning dapat memfasilitasi dalam pembelajaran segala hal, dengan siapapun dan dimanapun.
Jokowi juga mengatakan bahwa mahasiswa perlu diperbaharui terhadap pengalaman teknologinya. Menurutnya banyak pengetahuan dan keterampilan yang menjadi tidak relevan lagi dan usang karena disrupsi. Akan tetapi kedepannya akan banyak pengetahuan dan keterampilan baru yang muncul dan dikembangkan oleh lembaga peneliti dan praktisi.
“Yang ingin saya tekankan, jangan sampai pengetahuan dan keterampilan mahasiswa itu justru tidak menyongsong masa depan. Pengetahuan dan keterampilan yang hebat di masa kini bisa jadi sudah tidak dibutuhkan lagi dalam 5 tahun atau 10 tahun ke depan,” tegas Presiden RI tersebut.
Jokowi juga menegaskan untuk berkolaborasi dengan para praktisi dan pelaku industri untuk memajukannya karena praktisi dan pelaku industri juga butuh inovasi dan pemikiran baru dari perguruan tinggi. “Ajak industri ikut mendidik para mahasiswa sesuai dengan kurikulum industri, bukan kurikulum dosen, agar para mahasiswa memperoleh pengalaman yang berbeda,” tandasnya.
Dalam sambutan tersebut Jokowi juga berpesan bahwa setiap mahasiswa memiliki talenta yang berbeda dan perlu difasilitasi untuk dapat berkembang. Ia menambahkan mahasiswa dalam jurusan yang sama tidak harus mendalami profesi yang sama. Sekali lagi, “Setiap mahasiswa mempunyai talentanya masing-masing, dan talenta ini yang harus digali, difasilitasi, dan dikembangkan.”
TATA FERLIANA
Baca juga: Syarat Mahasiswa Bisa Ikut Merdeka Belajar, Magang Bisa Dikonversi Jadi SKS