TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia telah berhasil membuat bioavtur J2.4 setelah riset selama enam tahun. Setelah melewati uji pemakaian di pesawat terbang, masih banyak tahapan untuk komersialisasi.
“Spesifikasi dan SNI (bioavtur) sudah terbit, dari sisi keteknikan sudah separuh jalan,” kata Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di acara seremoni keberhasilan uji terbang menggunakan bioavtur, Rabu 6 Oktober 2021, di hanggar Garuda Maintenance Facility.
Pengembangan bioavtur ke depan, menurutnya, telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 12 tahun 2015. Regulasi itu memuat peta jalan penggunaan energi terbarukan seperti biodiesel, bioethanol. “Sekarang bioavtur mulai 2,4 persen kita selesaikan dulu aspek teknis, secara bertahap melakukan kajian termasuk keekonomian,” ujar Dadan.
Dari sisi kebijakan, menurutnya, tidak lama. Bagian agak lama kemungkinan terkait dengan harga bioavtur yang ditaksir lebih mahal daripada avtur berbahan fosil. “Lebih mahal seberapa dan dampaknya ke yang lain karena banyak pihak yang terlibat,” kata Dadan. Menurutnya, pembuatan bioavtur punya konteks mengurangi polusi lingkungan dan meningkatkan produksi kelapa sawit di dalam negeri sebagai energi terbarukan.
Dia mengatakan, Indonesia punya pengalaman riset hingga penggunaan biodiesel. Dari buku keluaran ESDM berjudul "Biodiesel, Jejak Panjang Sebuah Perjuangan", risetnya dilakukan sejak 1990-an. Namun B30, campuran 30 persen minyak sawit dan 70 persen solar, itu baru diterapkan penggunaannya per 1 Januari 2020. ”Waktu biodiesel agak panjang, sekarang (bioavtur) akan lebih cepat persiapannya,” kata Dadan.
Seremoni ditutup oleh pengisian bahan bakar bioavtur yang mengandung 2,4 persen minyak dari sawit ke tangki pesawat uji CN-235 PT Dirgantara Indonesia untuk terbang pulang ke Bandung.
Bioavtur merupakan campuran minyak dari fosil dengan bahan nabati dari kelapa sawit. Pertamina telah siap memproduksi hasil riset bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Baca:
Peneliti ITB Ungkap Keunggulan Bioavtur Indonesia dari Minyak Sawit