Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

BBKSDA Papua Barat dan Peneliti BRIN Temukan 90 Spesimen Bunga Anggrek

image-gnews
Bunga anggrek Dendrobium cuneatum yang ditemukan di Pulau Batanta, Kepulauan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. (Reza Saputra/Balai Besar KSDA Papua Barat)
Bunga anggrek Dendrobium cuneatum yang ditemukan di Pulau Batanta, Kepulauan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. (Reza Saputra/Balai Besar KSDA Papua Barat)
Iklan

TEMPO.CO, Malang - Tim kajian Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat melakukan studi inventarisasi keragaman anggrek dan potensi pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan oleh masyarakat adat di Pulau Batanta, salah satu dari empat pulau terbesar di Kepulauan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. 

Studi yang dilaksanakan sejak pertengahan Maret lalu itu berkolaborasi dengan peneliti anggrek dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Destario Metusala. Studi dipusatkan di Cagar Alam Batanta Barat yang berada di bagian barat Pulau Batanta, yang digunakan untuk penelitian maupun perlindungan biodiversitas dan ekosistemnya. 

Menurut petugas Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) yang jadi anggota tim BBKSDA, Reza Saputra, tim mendapatkan pelbagai temuan. Salah satu temuan penting yang diperoleh adalah keberadaan 90 spesimen bunga anggrek di Pulau Batanta. 

Reza mengatakan sebagian anggrek yang ditemukan masih dalam proses identifikasi untuk memastikan nama spesiesnya. Sedangkan anggrek lainnya ditemukan dalam kondisi tanpa bunga sehingga harus ditunggu sampai berbunga untuk memastikan spesiesnya. 

“Spesimen anggrek yang tanpa bunga harus dipelihara terlebih dahulu hingga berbunga agar dapat diidentifikasi lebih lanjut secara akurat,” kata Reza Saputra, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu sore, 26 Maret 2022. 

Menurut Reza, lokasi temuan spesies baru anggrek di Pulau Batanta mempunyai berbagai tipe ekosistem yang masih sangat alami, mencakup ekosistem pantai, hutan hujan tropis, dataran rendah, hingga hutan pegunungan bahwa di ketinggian sekitar 1.100 meter di atas permukaan laut. 

Destario Metusala alias Rio menjelaskan, salah satu spesies anggrek yang ditemukan ialah Dendrobium cuneatum di Pulau Batanta. Anggrek ini merupakan temuan baru karena sebelumnya anggrek dengan bunga kecil berwarna kehijauan ini hanya ditemukan di wilayah Sulawesi dan Maluku. 

“Temuan spesies anggrek Dendrobium cuneatum di Pulau Batanta akan menambah informasi baru terkait jangkauan distribusi alaminya yang ternyata melewati zona Wallacea dan mencapai zona biogeografi Australasia,” kata Rio kepada Tempo

Temuan berharga lainnya, tim mendapati anggrek akar Taeniophyllum torricellense. Spesies anggrek ini pernah ditemukan di Pulau San Cristobal, Kepulauan Solomon, serta pegunungan Torricelli di Papua Nugini. 

Tim juga menemukan anggrek epifit (anggrek yang tumbuh menumpang pada tumbuhan lain yang disebut inang tapi tidak bersifat parasit) Dendrobium incumbens yang sebelumnya cuma ditemukan Distrik Sepik dan Distrik Morobe, Papua Nugini. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Penemuan anggrek Taeniophyllum torricellense dan Dendrobium incumbens ini saja sudah menambah jumlah keanekaragaman spesies anggrek di Indonesia. Kami sedang mengindentifikasi anggrek-anggrek lainnya untuk memperdalam kajian supaya mudah mengetahui keanekaragaman anggrek di sana,” ujar Rio.

Reza Saputra menambahkan lagi, selain melakukan studi untuk pengumpulan dan penyusunan data anggrek, tim pun melakukan penelitian botani di Pulau Batanta. Penelitian botani jarang dilakukan di sana. Tim mengobservasi serta merekam upaya pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan oleh masyarakat adat. Penelitian ini sangat penting lantaran populasi suku Batanta cukup terbatas dan umumnya terkonsentrasi di tiga kampung di bagian selatan Pulau Batanta, yakni Yenanas, Waiman, dan Wailebet. 

Hasil observasi sementara memperlihatkan lebih dari 100 jenis tumbuhan digunakan masyarakat adat untuk berbagai keperluan, mulai dari obat-obatan, pangan lokal, pakaian, upacara tradisional, kerajinan, perlengkapan rumah, bangunan, hingga material untuk membuat perahu. 

“Dari berbagai sampel tumbuhan yang kami kumpulkan dan dicatat, masih menggunakan nama lokal dari bahasa Batanta atau Batta,” kata Reza. 

Sebagai contoh, masyarakat adat Batanta mempunyai kearifan tradisional berupa pemanfaatan tumbuhan wilgelfun, yang bernama ilmiah bernama Coscinium fenestratum, sebagai obat malaria, sakit mata, gangguan pencernaan, serta letih. Tumbuhan teliih atau Terminalia catappa yang banyak tumbuh liar di pesisir biasa digunakan untuk mengobati luka terbuka, gangguan pecernaan, dan diare. 

Saat ini, tim peneliti sedang mengindentifikasi semua temuan botani untuk mengetahui nama ilmiahnya. Cara ini akan memudahkan tim memperdalam kajian.

Baca:
Peneliti Temukan 3 Spesies Baru Anggrek dari Aceh, Kalimantan, dan Papua

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

1 hari lalu

Pengendara kendaraan bermotor berteduh menghindari terik matahari saat melintasi lampu merah Stasiun Gambir, Jakarta, Selasa 7 Mei 2024. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa fenomena gelombang panas di sebagian wilayah Asia dalam sepekan terakhir tidak berkaitan dengan kondisi suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia. TEMPO/Subekti.
Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

Bukan heatwave yang mengancam wilayah Indonesia. Simak hasil kajian tim peneliti BRIN berikut.


Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

1 hari lalu

Suasana Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN di Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

Peneliti BRIN Rien Ritawidya mengembangkan studi Lutesium-177-PSMA untuk obat nuklir kanker prostat


Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

1 hari lalu

Ilustrasi Satelit LAPAN A3. pusteksat.lapan.go.id
Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

BRIN mengembangkan konstelasi satelit untuk observasi bumi. Satelit NEO-1 kini memasuki tahap penyelesaian akhir.


Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

2 hari lalu

Wallacea Week 2017 digelar di Perpustakaan Nasional mulai Senin, 16 Oktober 2017. Kredit: Kistin Septiyani
Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

Kawasan Wallacea seluas 347 ribu kilometer persegi diisi 10 ribu spesies tumbuhan. Sebagian kecil dari jumlah tersebut sudah terancam punah.


Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

2 hari lalu

Ilustrasi gempa bumi
Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN melakukan penelitian untuk mengidentifikasi indikator potensi gempa bumi di Sumatera bagian paling selatan.


Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

2 hari lalu

Arsip - Seorang penarik becak membasuh wajahnya dengan air di antara cengkeraman suhu panas di Dhaka, Bangladesh, 20 April 2024. (Xinhua)
Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

Menurut peneliti BRIN, suhu panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini kategorinya suhu tinggi, bukan gelombang panas atau heatwave.


'Bintang Jatuh' Terlihat di Yogyakarta dan Sekitarnya, Astronom BRIN: Itu Meteor Sporadis

2 hari lalu

Papan nama Gedung BRIN di Jakarta. Foto: Maria Fransisca Lahur
'Bintang Jatuh' Terlihat di Yogyakarta dan Sekitarnya, Astronom BRIN: Itu Meteor Sporadis

Aastronom BRIN menyebut fenomena adanya bintang jatuh di Yogyakarta dan sekitarnya itu sebagai meteor sporadis.


Kaya Aktivitas Perikanan dan Tambang, Teluk Kendari Mendangkal dengan Cepat

2 hari lalu

Anjungan Teluk Kendari. ANTARA/La Ode Muh Deden Saputra.
Kaya Aktivitas Perikanan dan Tambang, Teluk Kendari Mendangkal dengan Cepat

Teluk Kendari di kota Kendari mengalami pendangkalan yang dramatis selama sekitar 20 tahun terakhir. Ini kajian sedimentasi di perairan itu oleh BRIN.


Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

3 hari lalu

Mahasiswa ITB menggelar aksi menolak skema pembayaran uang kuliah melalui platform pinjaman online di depan gedung Rektorat ITB, Bandung, Senin, 29 Januari 2024. Keluarga Mahasiswa ITB mencatat ada 120 orang mahasiswa yang menunggak Uang Kuliah Tunggal atau UKT dan terancam tidak bisa mengikuti kuliah atau dipaksa cuti kuliah. TEMPO/Prima Mulia
Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

Berita tentang kenaikan UKT di ITB masih mengisi Top 3 Tekno Berita Terkini.


Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

4 hari lalu

Sebuah mesin bekerja untuk mengurangi polusi dipasang di sekitar area konstruksi saat polusi udara menyelimuti wilayah Beijing, Cina, 18 Desember 2016. REUTERS/Stringer
Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.