TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari semiliar manusia di Cina, tapi para peneliti mengusulkan pendirian sebuah institut kesehatan hanya untuk tiga orang ini: Amy dan si kembar Lulu dan Nana. Ketiga anak ini adalah manusia hasil rekayasa genetika pertama dalam sejarah.
Hanya diungkap dengan nama yang bukan sebenarnya, anak-anak itu menerima perlakuan rekayasa genetika itu saat masih embrio. Genom mereka diedit menggunakan teknologi gunting molekuler (CRISPR) oleh ilmuwan bernama He Jiankui dalam upayanya mencegah anak-anak itu tertular HIV dari sang ayah. Setelah mengumumkan eksperimennya itu kepada dunia pada 2018, He Jiankui menuai kecaman dan dinilai sangat tidak etis. Dia kemudian dijatuhi hukuman penjara di Cina pada 2019 dan telah bebas pada April lalu.
Saat He Jiankui kembali menghirup udara segar, Amy dan si kembar Lulu dan Nana kini sudah berkembang menjadi balita. Dan seiring pertumbuhannya, para ilmuwan menghadapi dilema yang rumit: bagaimana merawat kesehatan dan mengawasi setiap efek samping dari eksperimen He Jiankui, sambil juga menghormati kehidupan privasi ketiganya.
Qiu Renzong, ahli bioetika dari Institute of Philosophy di Akademi Ilmu Sosial Cina, mengusulkan mendirikan sebuah institut khusus untuk Amy, Lulu dan Nana. "Menurut saya, ini cara terbaik untuk melindungi mereka sekaligus untuk surveillance, eksaminasi reguler maupun non reguler, serta merawat dan mengobati mereka kalau sakit yang mungkin saja disebabkan oleh abnormalitas genetik," katanya.
Bersama beberapa koleganya, Qiu telah mengajukan sebuah proposal untuk fasilitas ini ke para peneliti lain dan beberapa kementerian di pemerintahan Cina.
Rekayasa genetika membuat kebal HIV tapi ...
CRISPR adalah sebuah teknologi molekuler yang dapat menemukan sebuah wilayah spesifik dalam genom dan memotongnya. Teknik ini digunakan untuk membuang satu bagian dari gen CCR5 dalam genom ketiga anak itu, sebuah perubahan atau rekayasa yang dikenal untuk menjadi kebal melawan HIV.
He Jiankui saat diwawancara di laboratorium di Shenzhen.[AP/Mark Schiefelbein]
Namun, teknologi itu tidak bebas dari kelemahan. Pakar kardiologi dan genetika di University of Pennsylvania, Kiran Musunuru, mengatakan CRISPR yang sering dirujuk sebagai gunting molekuler memiliki masalah dengan presisi. "Ketimbang memotong rapi seperti halnya gunting kertas, yang ini lebih kepada merobek-robek kertas," kata penulis 'The CRISPR Generation: The story of the world’s first gene-edited babies' tersebut.
Ilustrasi metode rekayasa genetika CRISPR-Cas9. (Wikipedia Commons)
Setelah DNA dari sebuah sel dipotong atau diedit dengan CRISPR, infrastruktur molekuler memposisikan dua bagian yang bekas terpotong untuk disambungkan kembali. Tapi hasilnya, menurut Musunuru, kerap tidak sempurna dan menjadikannya menambah atau menghilangkan beberapa huruf DNA.
Masalah lain yang lebih serius adalah bahwa mengedit gen target bisa mempengaruhi gen sekitarnya. "Dalam beberapa kasus, seluruh untaian kromosom bisa terhapus, yang dapat saja menuntun kepada masalah pada perkembangan tubuh," kata Musunuru.
Berdasarkan data dalam manuskrip He Jiankui, dia mengungkapkan, jelas terdapat perubahan yang salah target. He Jiankui disebutnya menggambarkan beberapa dari perubahan itu ditemukan dalam jaringan plasenta dan jaringan tali pusat, tapi diabaikan karena bukan dalam susunan gen.
"Tapi itu sebenarnya menunjukkan kalau perubahan-perubahan terjadi," kata Musunuru, "Dan lokasi mereka tidak dapat diprediksi, jadi ini mungkin terjadi dalam sebuah gen yang terkait ke kanker, meningkatkan risiko pengembangan kanker begitu awal dalam kehidupan. Ini adalah risiko klinis terbesar."
Baca soal konsekuensi mosaikisme dari teknik rekayasan genetika...sementara Amy, Lulu dan Nana sendiri menggoda para ilmuwan sangat kuat...di halaman berikutnya