TEMPO.CO, Jakarta - Rumor terkini dari perang di Ukraina: Mungkinkah Presiden Rusia Vladmir Putin sedang bersiap menggunakan senjata nuklir? Rumor bakal ada serangan nuklir Rusia berlandaskan sejumlah retorika dari Putin sendiri, ditambah dengan pemandangan tak biasa yang terjadi di dalam Rusia.
Baca juga: Amerika Akhirnya Kerahkan Kapal Induk Baru USS Gerald R. Ford
Perang di Ukraina memang tidak sedang berjalan baik-baik saja untuk Rusia. Setelah lebih dari 200 hari invasinya itu, Rusia menelan kenyataan pahit perlawanan oleh Ukraina mendapatkan hasil di timur, di Kharkiv, dengan Lyman adalah kota terkini yang berhasil dibebaskan dari penguasaan tentara Rusia. Di Kherson, di selatan, pasukan Rusia juga tersudut di Sungai Dnipro di mana hancurnya jembatan menghalangi gerak mundur mereka.
Mobilisasi parsial Rusia memang telah mengirim warga sipil yang dipersenjatai ke garis depan. Selain tak kompeten, mobilisasi itu memantik perlawanan tersendiri dari para keluarga yang ditinggalkan, dan kondisi ekonomi negara yang semakin tertekan oleh semakin besar sanksi yang diberikan negara-negara Barat.
Masuk akal kalau Putin perlu segera mengakhiri perang yang di awal diyakininya hanya akan berlangsung tiga hari itu.
Selama beberapa bulan terakhir, Putin telah membuat beberapa referensi ke persenjataan nuklir, dengan yang terkini yang dilakukannya adalah yang paling eksplisit. Putin menuduh Amerika Serikat dan NATO untuk apa yang disebutnya 'nuclear blackmail' dan menuduh para pemimpin Barat membuat pernyataan tentang "menggunakan senjata pemusnah massal nuklir melawan Rusia."
"Jika integritas wilayah negara kami terancam, kami tentu saja akan mengerahkan seluruh cara untuk melindungi Rusia dan rakyat kami," kata Putin. Kata-kata 'seluruh cara' itulah yang diterjemahkan sebagai penggunaan seluruh senjata yang ada, termasuk nuklir. "Ini serius," kata Putin menambahkan.
Pada 30 September, Rusia mengumumkan mencaplok empat wilayah di Ukraina: Luhansk, Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson. Menjadikan mereka resmi sebagai bagian dari wilayah Rusia. Namun, pasukan Kremlin kini dipaksa mundur dari setidaknya dua dari empat wilayah itu. Peringatan Putin bisa jadi tertuju kepada wilayah-wilayah itu, dan mungkin menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankannya.
Secara bersamaan, terlihat beberapa indikasi dari aktivitas yang berhubungan dengan senjata nuklir di dalam Rusia. Pada 3 Oktober, menurut laporan The Telegraph, satu rangkaian kereta terlihat mengangkut kendaraan tempur milik Direktorat Utama ke-12 Kementerian Pertahanan Rusia. Direktorat itu bertanggung jawab untuk keamanan fisik senjata nuklir Rusia.
Konrad Muzyka, seorang analis di Eropa yang menerbitkan newsletter Ukraine Conflict Monitor, percaya ada maksud di balik rilis video kereta itu. "Itu adalah contoh yang sangat pas untuk strategi Rusia yang mencoba meningkatkan tekanan terhadap Barat dan mengisyaratkan kesediaannya--meski tak berarti kesiapan--untuk meningkatkan ketegangan," kata Muzyka.
Sementara, Jerusalem Post melaporkan, tujuh pesawat bomber Rusia juga terlihat di Pangkalan Udara Olenya di Rusia sebelah utara. Mereka yang terdiri dari empat Tu-160 “Blackjack” dan tiga Tu-95 “Bear” tiba pada akhir September setelah menempuh penerbangan dari Pagkalan Udara Engels di Rusia sebelah barat. Ketujuh bomber seluruhnya memiliki kemampuan meluncurkan rudal jelajah berhulu ledak nuklir.
Bomber legendaris Rusia, Tu-95 Bears meluncurkan rudal jelajah Kh-101 untuk menghancurkan target ISIS di Deir al-Zour dan Idlib, Suriah, pada akhir September 2017. Bomber ini mampu membawa delapan rudal jelajah terbaru Rusia, Kh-101. wikipedia.org
Namun, seorang pakar tentang kekuatan nuklir Rusia, Pavel Podvig, memperingatkan via Twitter kalau seluruh pergerakan itu belum menjelaskan maksud Rusia yang sebenarnya. Lagian, jarak Olenya ke Ukraina juga lebih jauh dibandingkan dari Engels. "Jadi belum tentu pertanda penggunaannya untuk menyerang target di Ukraina," kata Podvig.
Bekas Menteri Pertahanan AS, William Perry, yang juga pakar senjata dan kebijakan nuklir, memperkirakan Putin bisa saja menggunakan senjata nuklir. Putin dinilainya rasional karena menginginkan kemenangan di Ukraina dan menjamin keberlangsungan rejimnya. Perry meyakini penggunaan senjata nuklir skala rendah terhadap target militer akan sedikit berdampak ke Rusia, dan bahwa kemarahan internasional yang tak terhindari, "mungkin seminggu atau dua minggu saja."
AS dan sekutunya telah mencermati retorika serangan nuklir Putin dan meningkatkan pengawasan atas pergerakan militer Rusia untuk bisa segera mengetahui jika benar akan ada penggunaan senjata yang dimaksud. Jeffrey Lewis, profesor di Middlebury Institute of International Studies, menjelaskan bahwa jika Putin hendak mengerahkan senjata nuklir, dia akan kemungkinan besar mengaktifkan seluruh pasukan nuklirnya.
Peluncur rudal Iskander-E Rusia beroperasi selama Forum Militer dan Teknis Internasional 2022 di Alabino, Rusia 17 Agustus 2022. Rudal satu tingkat berbahan bakar padat ini mampu menjangkau target sejauh 400 km lebih. Iskander dapat membawa 480 kg hulu ledak konvensional atau kepala nuklir. REUTERS/Maxim Shemetov
Itu, menurutnya, karena Putin tak bisa menjamin apakah jika Rusia meluncurkan pertama akan tidak ada respons dari AS. "Jadi Rusia harus siap untuk sebuah perang nuklir habis-habisan, bahkan jika Putin sebenarnya hanya ingin membuat demo serangan," kata Lewis.
Saat ini, Lewis menambahkan, banyak satuan pasukan nuklir Rusia yang sudah bersiaga. Tapi, dia memperkirakan, Rusia mestinya akan mengambil langkah-langkah tambahan seperti mengirim lebih banyak kapal selam ke laut lepas dan menyebar lebih jauh unit-unit rudal mobile miliknya. "Jika sudah melihat pergerakan-pergerakan itu, AS pasti akan merespons dengan meningkatkan level siaganya," kata Jeffrey.
POPULAR MECHANICS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.