TEMPO.CO, Jakarta - Institut Teknologi Bandung (ITB) menargetkan para mahasiswanya, terutama dari jenjang S-1, untuk mengikuti lomba riset yang jumlahnya sekitar 400-an acara setiap tahun.
Direktur Kemahasiswaan ITB Prasetyo Adhitama mengatakan kompetisi riset hanya salah satu kegiatan untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa. “Hasil juara itu sebagai bonus buat para mahasiswa,” katanya secara daring, Kamis, 3 November 2022.
Kantornya, menurut Prasetyo, memiliki database kompetisi riset yang disosialisasikan ke mahasiswa S-1 untuk diikuti. “Kadang kita rekrut mahasiswa untuk ikut,” ujarnya. Peserta lomba riset atau disebut kompetisi prestasi itu berjumlah sekitar 10 persen dari total mahasiswa S-1 ITB.
Sebelum mengikuti lomba, tim mahasiswa yang berminat ikut diwajibkan membuat proposal untuk ditinjau skema riset dan anggarannya. Adapun dana riset yang diberikan beragam, mulai dari penelitian yang sederhana sekitar Rp 1-2 juta, hingga Rp 200-an juta bagi tim peserta kompetisi mobil hemat energi.
Prasetyo mengatakan, nilai penting berkompetisi adalah pengalaman dan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan diri mahasiswa. Selain ikut lomba, aktivitas lain dengan tujuan serupa bagi mahasiswa, seperti ikut kegiatan himpunan atau unit kegiatan mahasiswa. “Jadi ketika lulus nanti tidak hanya survive, tapi bisa berkontribusi ke masyarakat,” ujarnya.
Selain untuk lomba, menurut Kepala LPPM ITB Yuli Setyo Indartono, riset mahasiswa ada yang bersifat akademis. Hasil risetnya menjadi tugas akhir, tesis, atau disertasi, yang terintegrasi dengan penelitian dosen-dosennya. Pendanaan risetnya bisa diajukan ke LPPM jika penelitiannya bersifat riset dasar dan pengembangan.
Sementara, jika risetnya mengarah ke pembuatan purwarupa atau prototipe, dosen bisa mengajukan pendanaan ke Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan ITB (LPIK-ITB). “Bisa juga pendanaannya minta ke Kemendikbud, LPDP, fakultas atau sekolah di ITB,” ujar Yuli.
Menurut dosen di Kelompok Keahlian Konversi Energi Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB itu, mahasiswa dalam riset bersama dosen itu tidak hanya menjadi operator. Mahasiswa dituntut memberikan kontribusi pemikiran supaya bisa lulus.
Jika hasil riset itu juga menjadi publikasi ilmiah, nama mahasiswa akan ikut tercantum. Sesuai tingkatannya, bobot riset pada kalangan mahasiswa S-1 untuk memecahkan suatu masalah melalui kaidah ilmiah yang sudah dipelajari selama kuliah tanpa tuntutan kebaruan cara. Meskipun karyanya terapan, kata Yuli, mahasiswa tetap harus bisa mengulik aspek-aspek keilmuannya.
Terkait implementasi riset, menurut dia, mahasiswa S-1 ITB tuntutannya lebih kepada bentuk desain, analisis, simulasi atau skenario, atau membuat model.
Baca:
ITB Menetapkan 17 Orang Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.