TEMPO.CO, Jakarta - Hasil revitalisasi Jakpro terhadap Planetarium dan Observatorium Jakarta dianggap merugikan. Alih-alih bertambah baik, malah fungsi Planetarium dinilai berkurang drastis.
“Yang berfungsi dari Planetarium dan Observatorium Jakarta ini tiba-tiba tinggal 10-20 persen," kata Seno Gumira Ajidarma, Ketua Akademi Jakarta, dalam acara diskusi publik “Planetarium dan Observatorium Jakarta: Garda Depan Pemajuan Kebudayaan via Ilmu” pada Sabtu, 5 November 2022.
Acara diskusi tersebut seharusnya berlokasi di Teater Bintang, namun karena bermasalah dengan pendingin ruangan (AC), acara lalu dipindahkan ke Teater Wahyu Sihombing.
Ruang pameran lantai 1 Planetarium Jakarta pasca-revitalisasi TIM. Ruangan menjadi tertutup dan tak bisa digunakan. Foto: Maria Fransisca Lahur
Dalam surat rekomendasi Akademi Jakarta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tertanggal 10 Oktober 2022 dan Pejabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tertanggal 19 Oktober 2022 terungkap beberapa masalah.
Revitalisasi TIM, kata Akademi Jakarta, menyentuh secara amat minimal revitalisasi Planetarium dan Observatorium Jakarta dan bahkan justru menciutkan fungsinya, seperti terlihat dalam hal-hal berikut:
- Teater Bintang: Jakpro melakukan penggantian karpet dan kursi, tetapi kursi baru justru tidak cocok bagi fungsi Planetarium. Rencana perbaikan Proyektor Teater Bintang dikeluarkan dari kontrak Jakpro dengan alasan Carl Zeiss Jena tidak memenuhi Good Corporate Governance (tanpa perincian alasan);
- Ruang pameran Planetarium: Jakpro melakukan perbaikan ruang pameran. Namun, isinya sampai sekarang masih kosong.
- Lobi Pengunjung: Sebelum revitalisasi, Planetarium memiliki lobi pengunjung yang luas dan terlindungi (bila hujan); kini tersisa lobi sempit dan terbuka;
- Fasilitas pendukung: menjadi sangat tidak memadai sesudah revitalisasi seperti hilangnya ruang multimedia yang sebelumnya berfungsi sebagai ruang pertunjukan kedua setelah Teater Bintang bagi layar datar; begitu pula ruang kelas dan perpustakaan. Sebagai pengganti diberikan ruangan besar tanpa fasilitas kecuali lampu dan AC.
- Perbaikan pada area gedung penyangga Planetarium justru menghancurkan fungsi Planetarium.
e.1. Observatorium untuk teleskop Takashi berdiameter 13 cm. Observatorium ini paling aktif melayani peneropongan dan pendidikan publik. Teleskop masih bekerja dengan baik, kendati butuh peremajaan. Sebelum revitalisasi masyarakat mudah mengakses Observatorium yang memiliki pelataran cukup luas ini. Revitalisasi menghancurkan bangunan fisik Observatorium dan pelatarannya dijadikan kolam ikan. Kubah observatorium tidak jelas ada di mana.
e.2. Observatorium untuk teleskop ASCO berdiameter 31 cm. Lensa butuh peremajaan dan kolimasi, begitu pula penyangga (mounting). Kubah lapuk dan bocor tetapi tidak tersentuh perbaikan. Sesudah revitalisasi, akses menuju observatorium lenyap. Tangga dicopot dan pintu luar tertutup tembok. Di dekat kubah dipasang blower dan chiller AC yang membuat kubah tidak dapat berputar, serta terkena hembusan udara panas dan getaran yang akan akan mengganggu pengamatan. Di sekeliling kubah terpasang lampu tembak untuk dekorasi.
e.3. Observatorium untuk teleskop Coude berdiameter 15 cm. Lensa memerlukan peremajaan, begitu pula penyangga dan penggeraknya (mounting). Kubah lapuk dan bocor, platform menara observatorium 3 lantai juga lapuk sehingga berbahaya jika digunakan. Tidak tersentuh perbaikan.
e.4.Teleskop Matahari dengan desain heliostat dan terlindung atap geser (sliding roof). Teleskop dan atap geser peremajaan; atap geser yang sudah tidak layak kini teronggok di ruang bawah tanah Gedung Teater Jakarta.
Baca:
Planetarium Jakarta Ajak Warga Amati Gerhana Bulan Total, Tersedia 15 Teleskop
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.