TEMPO.CO, Jakarta - Tim dosen dan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan studi soal retakan permukaan atau surface rupture yang tersebar di berbagai tempat di lokasi gempa Cianjur. Mereka di lokasi selama tiga hari setelah sepekan gempa bermagnitudo 5,6 November lalu.
“Kami temukannya (retakan) lebih banyak berkaitan sama longsor, deformasi lereng,” kata peneliti gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Astyka Pamumpuni, Jumat, 9 Desember 2022.
Menurutnya, berdasarkan statistik, gempa bermagnitudo 5,6 itu tidak banyak menimbulkan retakan permukaan atau surface rupture. Di lokasi, tim ITB tidak menemukan retakan permukaan yang jelas.
“Ada beberapa suspek kecil-kecil tapi belum jelas, tidak seperti gempa dari Sesar Palu-Koro,” kata Astyka. Dia sebelumnya pernah ikut melakukan riset pemetaan retakan permukaan pasca gempa Palu 2018.
Dari temuan tim di Cianjur, retakan belum ditemukan sebagai garis patahan atau sesar penyebab gempa. “Kalau pola retakannya tidak menerus itu kemungkinan besar misalnya karena lereng,” ujar Astyka.
Dia mencontohkan temuan di sebuah masjid di daerah Tapal Kuda, Cianjur. Awalnya diketahui ada pergeseran, namun setelah diperiksa bagian selatannya ada longsoran yang menimpa rumah di bawahnya. Dari hasil foto udara menggunakan drone, retakan itu dipastikan akibat longsoran.
Astyka mengatakan jalur sesar atau patahan gempa Cianjur bisa dideteksi secara detail oleh teknologi penginderaan jauh yang menggunakan citra hasil dari satelit radar yang disebut Interferometric Synthetic Aperture Radar (InsAR). Data itu kemudian diperiksa di lapangan.
Sebelumnya lewat konferensi pers secara daring, Kamis, 9 Desember 2022, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan hasil survei dan dokumentasi pantauan udara tentang jalur patahan atau sesar yang menyebabkan Gempa Cianjur. Penemuan atau penetapan zona patahan itu, menurutnya, sangat vital dalam mendukung pembangunan kembali rumah-rumah yang rusak.
Penetapan zona arah patahan itu berdasarkan mekanisme gempa dan susulannya. Kemudian sebaran kerusakan bangunan dan titik longsor karena gempa, kelurusan morfologi, dan pelamparan kemenerusan retakan permukaan tanah atau surface rupture. Zona patahan itu memanjang dengan arah sekitar barat laut-tenggara.
Sementara, menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, survei dilakukan di berbagai tempat hampir di seluruh kelurahan di Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. “Kita dalam analisis bisa membedakan betul apakah (retakan) sebagai kegagalan tanah murni, akibat tanahnya lunak atau banyak kandungan airnya,” kata dia.
Selain itu BMKG menemukan fakta-fakta retakan dari pergeseran permukaan tanah.Temuan itu menjadi dasar kuat BMKG bahwa sesar yang memicu gempa Cianjur adalah dextral strike slip atau pergeseran menganan.
Baca:
Peneliti BRIN Sebut Pengosongan dari Sesar Gempa Cianjur Berlebihan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.