TEMPO.CO, Bandung - Sebuah badai tropis berpotensi terus membesar dan bergerak mendekati wilayah Indonesia Timur. Potensinya mirip Siklon Seroja pada 4 April 2021 lalu, yang juga siklon tropis pertama yang terjadi di Indonesia dengan inti pusarannya berada di atas daratan.
Peneliti klimatologi di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer di Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, mengungkap itu, Kamis 6 April 2023. Dia menunjuk kepada pantauan terkini atas sepasang vorteks atau pusaran angin yang tumbuh di utara dan selatan Laut Arafura. Keduanya, per hari ini, telah memenuhi kategori sebagai sepasang badai tropis (bibit siklon) dan diberi nama 90W dan 98S.
Badai tropis 90W yang berlokasi di utara Papua, Erma menjelaskan, berpotensi bergerak menjauh ke utara menuju Samudera Pasifik. Sementara yang di selatan berpotensi terus membesar dan bergerak ke arah barat daya mendekati wilayah di Nusa Tenggara Timur.
Selama tahap pertumbuhan badai tropis di Arafura ini, Erma menambahkan, peningkatan hujan dan angin kencang berdampak langsung ke wilayah Nusa Tenggara Timur. Dia meminta penduduk di beberapa daerah seperti Pulau Alor, Lembata, Wetar, Timor, Kupang, dan sekitarnya agar waspada.
Selain itu, badai tropis 98S ini juga disebutnya dapat memicu pembentukan hujan berpola squall line di bagian barat Indonesia yang telah intensif terbentuk di Sumatera dan Kalimantan sejak Rabu.
Erma mengatakan, badai tropis di Arafura berpotensi berubah menjadi siklon topis mirip Seroja yang pernah terjadi dua tahun lalu. Berdasarkan hasil kajian terbaru yang dilakukan BRIN, Siklon Tropis Seroja juga diinisiasi dari sepasang vorteks yang tumbuh di atas Laut Banda. Kala itu, vorteks di utara menjauh menuju Filipina untuk kemudian berubah menjadi siklon tropis. Sementara vorteks di selatan terus membesar dan menguat lalu berubah menjadi siklon Seroja.
Proses evolusi dari vorteks menjadi Siklon Tropis Seroja itu berlangsung selama 10 hari, diawali pembentukan sepasang vorteks tersebut pada 28 Maret 2021. Dari hasil kajian BRIN, disarankan mengenai pentingnya membangun early warning system pembentukan badai tropis sejak dari vorteks.
Sejumlah warga duduk di atas mobil yang rusak akibat banjir bandang di Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa 6 April 2021. Cuaca ekstrem akibat siklon tropis Seroja telah memicu bencana alam di sejumlah wilayah di NTT dan mengakibatkan rusaknya ribuan rumah warga dan fasilitas umum. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
“Sehingga dampak katastropik dari siklon tropis dapat diminimalkan dan masyarakat dapat bersiap diri seminggu sebelumnya,” kata Erma. Apalagi, dia menambahkan, probabilitas terbentuknya siklon mirip Seroja yang dipicu dari sepasang vorteks ini memiliki peluang terjadi dua tahun sekali.
Kajian terbaru mengenai siklon Seroja oleh tim peneliti dengan penulis pertama Erma Yulihastin di BRIN tersebut berjudul "Evolution of Double Vortices Induce Seroja Tropical Cyclogenesis over Flores, Indonesia". Menurutnya jurnal Natural Hazards telah menerima makalah itu pada 3 April lalu.
Pilihan Editor: Apa yang Harus Dilakukan Jika Menemukan AirTag dalam Tas Anda?