TEMPO.CO, Jakarta - Penipuan modus tawaran kerja freelance hanya dengan 'like and subscribe' di media sosial kembali menelan korban. Di antaranya adalah seorang Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) DKI Jakarta yang mengadu ke polisi telah kehilangan hingga Rp 28 juta karenanya.
Pengamat keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menyebut modus penipuan yang satu ini ibarat memberi ikan kecil untuk memancing ikan besar. “Taktik dasar yang digunakan mirip dengan taktik yang digunakan oleh skema Ponzi Robot Trading,” kata Alfons lewat pesan singkat, 29 Mei 2023.
Dalam skema itu, Alfons menerangkan, awalnya korban akan dibuai dengan penghasilan sesuai dengan yang dijanjikan. Setelah korbannya terlena, maka ia akan diarahkan untuk memasukkan member baru.
Sedangkan dalam penipuan kerja freelance 'like and subscribe' ini pada awalnya korban akan mendapatkan pembayaran sesuai dengan yang dijanjikan. Setiap kali melakukan subscribe atau like akan mendapatkan transfer uang tunai ke rekeningnya.
"Jika korbannya sudah percaya, kemudian ia akan ditawari kesempatan untuk mendapatkan hasil lebih besar lagi, tetapi kali ini tidak gratis," kata Alfons.
Si korban harus menginvestasikan uangnya guna mendapatkan imbal hasil yang dijanjikan dan ia tetap harus bekerja melakukan 'like and subscribe' pada akun media sosial yang telah ditentukan. Untuk lebih meyakinkan korbannya, pelaku akan memasukkannya ke satu grup Telegram bersama dengan member lain.
"Ketika ditawarkan tugas baru namun harus menyetorkan sejumlah uang guna menjalankan tugas tersebut, terlihat bahwa member lain sangat bersemangat dan langsung mengambil kesempatan yang diberikan."
Teknik itu, menurut Alfons, memanfaatkan kelemahan psikologis masa kini tentang FOMO alias Fear Of Missing Out atau ketakutan untuk tertinggal dari tren yang sedang terjadi. Member lain terlihat sangat aktif melakukan transaksi dan mendapatkan uang sehingga korban akan terbawa dan ikut mengambil paket yang ditawarkan.
Ketika uang yang disetorkan untuk pengambilan paket sudah sedemikian besar dan saatnya dirasa tepat oleh penipu untuk memanen hasil penipuannya, maka grup Telegram akan ditutup dan penipu akan menghilang. "Tinggal korban yang terkejut kembali ke dunia nyata dan menyadari kalau dirinya sudah menjadi korban penipuan," katanya sambil menyertakan beberapa contoh tangkapan layar berisi ajakan dari penipu modus ini.
Baca halaman berikutnya: kronologi dan tahapan dalam modus penipuan ini yang harus diwaspadai
Modus Penipuan Eksklusif
Alfons mencatat, modus penipuan ini agak eksklusif. Maksudnya, korban terpilih dihubungi oleh penipu dan bersedia untuk ditipu. Sebelumnya, penipu akan menggunakan database yang dimilikinya untuk mengincar korban. Menurut riset Vaksincom, nomor yang digunakan penipu terdaftar pada layanan yang mirip seperti judi online, scamming dan aksi penipuan lainnya.
Modusnya begini begitu korbannya merespons: memberikan penawaran kerja freelance, jam kerja fleksibel, bisa bekerja dari mana saja dan tanpa target. Cukup subscribe channel medsos saja sudah bisa mendapatkan uang tunai 900 ribu sampai 1,8 juta rupiah setiap hari. "Benar-benar kerjaan impian masa kini, mager di rumah cuan tetap datang," kata Alfons.
Biaya yang diberikan untuk setiap subscriber Rp. 10.000. Besaran ini, menurut Alfons, cukup besar. Asumsinya, jika pemilik channel bersedia membayar untuk subscriber, dalam waktu 2 minggu salah satu channel yang di-subscribe bertambah 30.000 member. Maka uang yang harus dikeluarkan untuk adalah Rp. 300.000.000,- per channel.
“Vaksincom tidak mengetahui apakah memang benar pemilik channel bersedia membayar uang sebesar itu untuk mendapatkan subscriber pada channelnya,” katanya.
Jurus Pamungkas Modus Penipuan
Bagian berikutnya yang patut diwaspadai, Alfons menambahkan, adalah ajakan pamungkas dari pengelola channel dimana ia akan mengumumkan tawaran menggiurkan yang diberi nama Prepaid Mission.
Disinilah, korban yang semula dijanjikan pekerjaan freelance dengan gaji Rp 900.000 - Rp 1.800.000 per hari ujung-ujungnya dijanjikan cashback 30 persen dari deposit uang kripto yang disetorkan. Setelah menyetorkan deposit, dalam waktu 10 menit dijanjikan deposit akan langsung ditransferkan kembali.
Dibumbui member lain yang segera menjawab antusias mengambil paket yang ditawarkan beragam dari Rp 200.000 - 100.000.000, Alfons mengatakan, “Siapa yang tidak tergiur dengan keuntungan 30 persen dalam waktu instan?”
Nasib Korban Setelah Transfer
Yang terjadi setelahnya sudah bisa diketahui, seperti yang dituturkan PPSU yang menjadi korban di atas. Dia pada awalnya sangat senang mendapatkan penghasilan kecil dan tergiur mengikuti paket dengan penghasilan yang lebih besar dan melakukan Top Up sebesar Rp. 5,5 juta karena refund yang tinggi.
Namun setelah Top Up, bukannya mendapatkan uang refund atau bagi hasilnya, malahan diminta untuk melakukan Top Up lagi untuk yang kedua kalinya atau uangnya hangus. Dan setelah melakukan Top Up kedua, syarat pencairan uangnya adalah melakukan investasi lebih besar lagi dan tetap uang Top Up tersebut tidak dikirimkan kembali.
Guna meyakinkan korbannya lebih jauh, penipu juga memberikan aplikasi investasi lengkap dengan total aset yang membuai korbannya bahwa ia memang memiliki uang yang tinggal menunggu dicairkan. Tampilan visual yang diperlihatkan tidak kalah menarik dari tampilan aplikasi bank dan lembaga finansial.
"Bagi pembuat aplikasi yang memiliki akses langsung ke database, mengubah nominal saldo hanya urusan mengedit nominal angka dan akan otomatis tampil di aplikasi pengguna korbannya," kata Alfons sambil menambahkan, "Jadi, tampilan tersebut tidak ada nilainya dan tidak bisa dipercaya sama sekali."
Pilihan Editor: Peserta UTBK Curang Pakai Joki Tak Diperika Polisi