TEMPO.CO, Jakarta - Sejak abad ke-21, dunia telah mengalami puluhan bahkan ratusan ribu kebakaran hutan. Bencana ini memengaruhi kehidupan dan ekonomi masyarakat sekaligus memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan.
Tak sedikit biaya dan tenaga yang sudah keluar untuk memulihkan ekosistem dan melindungi sumber daya alam setelah kebakaran hutan. Lantas, apa saja dampak kebakaran hutan yang paling kritis bagi lingkungan? Simak ulasannya berikut ini.
1. Polusi Air
Hutan berkontribusi dalam menyumbang air tawar dalam jumlah besar. Mayoritas sistem air minum publik berasal dari daerah aliran sungai di dalam hutan. Setiap kebakaran hutan terjadi, daerah aliran sungai menjadi lebih rentan terhadap limpasan air hujan dan erosi. Kapasitas tanah untuk menyerap air pun berkurang secara signifikan sehingga sangat mungkin untuk terjadi banjir pasca-kebakaran.
Buruknya lagi, daerah aliran sungai dapat mempertahankan tingkat nitrogen dan karbon dioksida terlarut yang lebih tinggi selama 15 tahun ke depan. Itu akan mengurangi kualitas air minum masyarakat setempat dalam jangka panjang.
Peningkatan nitrogen dan fosfor dari vegetasi (tumbuh-tumbuhan) yang terbakar juga menghasilkan alga yang berbahaya. Konsumsi kerang yang terkontaminasi alga beracun dapat mengakibatkan muntah, kejang, diare, lumpuh, atau bahkan kematian. Oleh karena itu, para peneliti modern tengah meningkatkan upaya dalam pembersihan cemaran sistem air.
2. Vegetasi Rusak
Hilangnya vegetasi hutan dapat mengubah ekosistem secara signifikan dengan meningkatkan erosi, mengurangi ketersediaan unsur hara dalam tanah, serta meningkatkan risiko serangan penyakit dan hama. Itu semua dapat memperlama proses penghijauan dan memengaruhi apa yang tumbuh di area bekas api. Vegetasi yang pernah menjadi habitat satwa liar pun akan mengancam kelangsungan hidup mereka.
Hutan sejatinya dapat menyerap miliaran metrik ton karbon dioksida setiap tahun. Oleh karena itu, sangat penting untuk melindungi salah satu penyerap karbon terbesar di dunia dari kehancuran lebih lanjut.
Upaya pembersihan bagi vegetasi berfokus pada area yang kemungkinan kecil bisa pulih secara mandiri dari kebakaran hutan. Rehabilitasi sering kali memakan waktu satu tahun atau bisa bertahan lebih lama di daerah yang sering mengalami bencana tersebut.
3. Kematian Satwa Liar
Gangguan air dan tanah tentu berdampak buruk pada satwa liar, konsekuensinya berkaitan dengan seleksi alam. Efek kebakaran hutan pada herbivora sangatlah meresahkan, terlebih lagi serangga yang mendorong fungsi ekosistem penting seperti siklus nutrisi dan penyerbukan.
Polutan hasil pembakaran yang mengontaminasi badan air juga menurunkan daya tahan tubuh satwa liar. Hewan menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan berujung pada peristiwa kematian yang lebih tinggi. Misal pada kasus kebakaran hutan 2020 di Colorado, Amerika Serikat, burung migran mengalami kematian massal pada waktu yang bersamaan akibat partikel udara beracun.
Belum lagi spesies lain yang mengalami luka bakar, kehilangan rumah, dan kehabisan makanan. Perlu upaya pemindahan hewan ke tempat penampungan atau kebun binatang sebelum melepaskannya kembali ke habitat yang sehat.
4. Emisi Karbon Dioksida
Kebakaran hutan melepaskan karbon dioksida dan emisinya terbukti sangat tinggi. Sebagai gambaran, kebakaran hutan menghasilkan 91 juta metrik ton karbon dioksida di California pada 2020. Angka itu 1,5 kali lebih banyak daripada emisi produksi listrik setempat per tahun.
Partikel dari asap dan pembakaran bahan kimia berbahaya dapat menempuh jarak jauh, berujung pada penurunan kualitas udara serta berbagai penyakit pernapasan dan kardiovaskular bagi manusia dan hewan.
Udara di ruang tertutup bisa segera dibersihkan setelah terjadi kebakaran hutan, tetapi tidak dengan udara luar. Penduduk sekitar lokasi sebaiknya selalu menggunakan masker hingga kondisi udara dianggap aman.
Pilihan editor: Polusi di New York Terburuk dalam 20 Tahun, Warga Diminta Pakai Masker N95
SYAHDI MUHARRAM