TEMPO.CO, Jakarta - Muhamad Fajri, 27 tahun, pria obesitas berbobot hampir 300 kilogram meninggal. Fajri meninggal setelah sepekan dirawat di ICU RSCM Jakarta. Obesitas memiliki berbagai dampak terhadap kesehatan jangka panjang.
Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidak seimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama. Dilansir dari situs Kementerian Kesehatan, berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), seseorang akan dikatakan terlalu gemuk atau obesitas apabila skala IMT-nya lebih dari 27,0.
Sebagaimana dikutip dari Jurnal e-Biomedik edisi 2016, makanan menjadi faktor utama penyebab terjadinya obesitas pada remaja. Kemudian diikuti oleh faktor-faktor lain, seperti genetik, aktivitas fisik, pola hidup, serta kesehatan dan psikis.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan permasalahan epidemi karena lebih dari 9 juta orang meninggal setiap tahun akibat obesitas pada 2017. Obesitas dapat memicu terjadinya penyakit-penyakit kronis di antaranya adalah serangan jantung koroner, stroke, diabetes mellitus (kencing manis), dan darah tinggi (hipertensi).
Selain itu, penderita obesitas juga berisiko terjadinya penyumbatan pernapasan ketika sedang tidur. Bahkan, dapat memicu terjadinya kanker kelenjar prostat bagi laki-laki serta kanker payudara dan leher rahim bagi perempuan.
Dosen dari Departemen Keilmuan Anatomi Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) Rita Rosita mengatakan selain konsumsi makanan tinggi kalori, penyebab obesitas yakni sedentary life atau gaya hidup yang mengacu pada segala jenis aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur.
“Penyebab utama obesitas adalah gaya hidup konsumsi tinggi kalori dan sedentary life. Faktor-faktor pemicu obesitas di antaranya genetik atau keturunan, ketidakseimbangan hormon, psikologis, dan penggunaan obat-obatan tertentu,” ujar Rita dilansir dari situs UB.
Obesitas dapat terjadi melalui dua cara, yaitu pertama dengan konsumsi makanan padat energi atau tinggi kalori yang disertai kurangnya aktivitas fisik dan respons hormon dan metabolisme terhadap makanan jenis tertentu dengan tidak hanya mempertimbangkan kandungan kalorinya saja (carbohydrate-insulin model).
Rita mengatakan pada dasarnya konsumsi makanan adalah proses metabolisme yang sangat tergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi, saat memakannya, dan jumlah kalori yang dikonsumsi.
“Dari 3 jenis makronutrien yang kita konsumsi (karbohidrat, protein, dan lemak), maka karbohidrat dapat segera menstimulasi pengeluaran insulin dan memicu pembentukan lemak. Sehingga kurang tepat bila dikatakan bahwa penyebab obesitas hanya karena konsumsi lemak,” ucapnya.
Sementara itu juga disampaikan bahwa peningkatan jaringan lemak tubuh yang ikut menghasilkan berbagai hormon seperti leptin, adiponectin, dan mediator inflamasi. Pada akhirnya, aktivitas senyawa-senyawa tersebut dapat memicu berbagai penyakit yang menyertai obesitas seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain-lain.
Kemudian, bagaimana mencegah dan mengatasi obesitas? Ini tips dari Rita:
1. Menghindari makanan dengan index insulin tinggi. Hal ini, kata dia, dapat dilakukan dengan mengunduh aplikasi yang menjelaskan index insulin jenis-jenis makanan tertentu.
2. Memperhatikan jam makan, contohnya sebaiknya makan saat kadar gula darah rendah, tidak terus menerus nyemil yang memicu sekresi insulin terus menerus.
3. Menghindari stres, karena stres dapat meningkatkan hormon kortisol yang menyebabkan kenaikan gula darah sirkulasi sehingga memicu dilepaskannya insulin. Peningkatan insulin inilah yang akhirnya menyebabkan penumpukan lemak.
4. Rutin berolahraga.
5. Istirahat cukup.
Pilihan Editor:
Cara Daftar KIP Kuliah untuk Jalur Mandiri 2023