TEMPO.CO, Jakarta - Alexander Farrel Rasendriyo Haryono adalah salah satu dari 1.609 lulusan sarjana Universitas Gadjah Mada atau UGM yang menjalani prosesi wisuda periode ke-IV tahun akademik 2022/2023 di Grha Sabha Pramana UGM, Kamis, 24 Agustus lalu. Keterbatasan pada indra penglihatan tidak mematahkan semangatnya untuk lulus tepat waktu dari Fakultas Hukum.
Bahkan, Farrel lulus dengan predikat cum laude karena mencapai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,74. “Senang sekali bisa selesai tepat waktu, empat tahun,” kata Farrel, dilansir dari situs UGM.
Anak sulung dari tiga bersaudara asal Klaten ini bercerita tak mengalami banyak kendala selama mengikuti perkuliahan sebagai penyandang disabilitas netra. Sebab, para dosen selalu mengirimkan dokumen materi dalam bentuk soft file saat kuliah daring.
Saat kuliah tatap muka, Farrel selalu rajin mencatat apa yang disampaikan dosen di depan kelas. “Kebetulan dosen-dosen selalu membagi materi pembelajaran. Selama kuliah, saya mencatat,” ujarnya.
Saat ujian, Farrel ditempatkan dalam ruangan khusus. Melalui sebuah aplikasi khusus, dia bisa mengetahui soal-soal ujian yang ditanyakan. Selanjutnya, dia mengerjakan jawabannya dengan cara mengetik di laptop.
Begitu pun dengan pengerjaan tugas skripsi. Farrel mengaku melakukan hal yang sama dengan mahasiswa lainnya, seperti riset dan wawancara langsung dengan responden.
“Sama dengan mahasiswa yang lain, saya menulis, riset, dan wawancara,” kata Farrel.
Untuk menyelesaikan jenjang S1, Farrel membuat skripsi soal hukum pajak penghasilan bagi penyandang disabilitas. “Kesimpulan dari skripsi tersebut adalah diperlukan ketentuan khusus penerapan pajak penghasilan bagi difabel. Sebab secara ekonomi mereka memiliki pengeluaran lebih besar dibanding dengan non-difabel,” kata dia.
Selama empat tahun berkuliah di FH UGM, Farrel bersyukur karena banyak dibantu oleh rekan-rekannya dalam hal mobilitas. Dari rumah, dia memesan ojek online untuk berangkat ke kampus. Sesampainya di pintu gerbang, rekan kuliahnya sudah menunggu untuk mengantarnya masuk ke dalam kelas.
“Sampai kampus janjian sama teman, sudah ada yang jemput. Lalu saya diantar ke kelas. Begitu juga janjian dengan dosen, selalu diantar,” kata Farrel.
Emil Tri Ratnasari, ibu Farrel mengaku senang dan bangga anak sulungnya berhasil menyandang gelar sarjana. Selama prosesi wisuda, perempuan berusia 48 tahun ini menangis haru melihat Farrel menerima ijazah dari kejauhan.
“Aduh, mewek terus di atas (balkon). Pokoknya bangga. Perjuangannya sungguh luar biasa, semoga sukses terus ke depannya,” kata Emil.
Emil bercerita bahwa sejak kecil, Farrel termasuk anak yang rajin belajar dan tidak suka mengeluh. Ia selalu memiliki tekad kuat untuk mempunyai impian yang sama dengan temannya yang bukan penyandang disabilitas.
“Dari kecil tidak mengeluh. Pokoknya, dia selalu ingin sama dengan temannya,” kata Emil.
Usai menyandang gelar Sarjana Hukum, Farrel berencana untuk melamar pekerjaan yang sesuai dengan profesinya di bidang hukum. Apalagi, dia memiliki ketertarikan pada hukum pajak. “Setelah ini, saya mau lamar kerja dulu. Mungkin dua sampai tiga tahun lagi mau daftar pendidikan S2,” kata dia.
Pilihan Editor: ICEL Kembangkan Mata Kuliah Hukum Perubahan Iklim dengan 9 Universitas