TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) mengadakan Agenda Pertemuan Puncak Iklim di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat pada Rabu, 20 September 2023. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG yang juga sebagai Permanent Representatif Indonesia untuk Organisasi Meteorologi Dunia, Dwikorita Karnawati, turut hadir pada acara tersebut yang bertema “Early Warning, Early Action.”
Saat diberi kesempatan menyampaikan pendapat, Dwikorita menyebut sistem peringatan dini harus ditanamkan dengan cara dan pengetahuan yang mudah dimengerti, juga relevan atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Indonesia memiliki banyak sekali ancaman bencana alam, dengan jumlah populasi yang mencapai 275 juta orang, BMKG berupaya membangun sistem peringatan dini yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan mempersempit kesenjangan dalam mendapatkan akses untuk keselamatan mereka,” kata Dwikorita, Jumat, 22 September 2023.
Menurutnya, keberhasilan sebuah sistem peringatan dini bencana dapat terwujud, jika kesenjangan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam bertindak meresponse cepat dan tepat terhadap peringatan tersebut semakin kecil.
Pada diskusi panel, Dwikorita bersama Sekretaris Jenderal World Meteorological Organization Petteri Taalas, Kepala Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR) Mami Mizutori, dan Chief Sustainability Officer Google Kate Brandt.
Ia menjelaskan bahwa sistem peringatan dini bukan sebatas penyebaran informasi atau sirine dengan suara yang keras. Sebagai sebuah sistem peringatan dini yang efektif dan handal, maka harus didukung oleh pemahaman masyarakat akan risiko bencana yang dihadapi serta cara penyelamatan diri secara mandiri, cepat, dan tepat.
Sedangkan, sistem deteksi dini berdasarkan pada monitoring secara sistematis berkelanjutan dan prediksi akurat terhadap perkembangan fenomena bahaya oleh lembaga yang berwenang. Hal ini juga diperkuat dengan sistem komunikasi dan diseminasi informasi peringatan yang juga dituntut secara cepat, tepat dan akurat, serta upaya berkelanjutan untuk menguatkan kapasitas masyarakat dalam merespon peringatan tersebut secara cepat dan tepat.
Dwikorita menjelaskan keadaan di Indonesia yang menurutnya memiliki banyak pekerjaan rumah sebagaimana negara lainnya. BMKG berusaha memastikan masyarakat dan seluruh pihak paham dan mengerti bahaya apa yang mengancam mereka. "Selanjutnya mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk penyelamatan diri, jika sewaktu-waktu terjadi bencana," kata dia.
Adanya usaha berupa literasi, edukasi dan advokasi kebencanaan harus diberikan terus menerus secara berkelanjutan kepada masyarakat dan seluruh pihak terkait, ternasuk pula pimpinan daerah, para pemegang kebijakan dan pihak swasta.
Baca juga: BMKG: 4 Ibu Kota Provinsi Diguyur Hujan, yang Lain Cerah dan Cerah Berawan
Peringatan dini harus disebarluaskan
Dari sisi komunikasi, peringatan dini ini harus disebarluaskan secara merata dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang terancam bencana, dengan isi pesan dan instruksi yang jelas serta mudah dipahami untuk segera ditindaklanjuti dengan aksi yang cepat dan tepat.
“Tantangan prihal komunikasi adalah putusnya jaringan komunikasi di daerah bencana, hal ini perlu perhatian khusus, yakni dengan menyediakan saluran komunikasi berbasis satelit,” kata doa. Ia berharap alur komunikasi akan tetap berjalan dengan lancar meskipun terjadi kerusakan infrastruktur karena bencana.
Adanya perlibatan aktif masyarakat menjadi kunci utama membangun sistem peringatan dini yang handal dan resilien. Pengetahuan, teknologi dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat terkait bencana dan multi bencana dapat semakin memperkuat keberhasilan sistem peringatan dini yang dibangun pemerintah.
Diskusi panel ini merupakan bagian dari Agenda Pertemuan Puncak Iklim - (Climate Summit) yang diselenggarakan secara pararel dengan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (UN General Assembly).
Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sophaheluwakan turut hadir pada acara tersebut untuk mendukung misi BMKG untuk menyiapkan tindak lanjut dari Climate Summit tersebut ke dalam Program Organisasi Meteorologi Dunia untuk Agenda Gender Conference, serta Program World Water Council untuk Agenda 10th World Water Forum. Acara ini akan diselenggarakan di Bali, Indonesia tahun 2024 yang akan datang.
Pilihan Editor: Kekeringan di Bali Meluas dari 14 Jadi 15 Kecamatan, Dampak 80 Hari Tiada Hujan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.