TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad), Emma Rochima, membuat plastik pembungkus makanan ramah lingkungan yang bersifat biodegradable atau mudah terurai secara alami. Bermula dari kekhawatiran terhadap permasalahan sampah plastik, Emma membuat plastik tersebut dari limbah cangkang udang dan rumput laut.
Salah satu penelitian plastik biodegradable yang dibuat yaitu sebagai pembungkus cokelat batangan. Plastik buatan Emma dan timnya disebut akan hilang dalam waktu 28 hari setelah dibuang ke tanah. “Kami mencari alternatif bioplastik yaitu plastik yang berbahan dasar dari bahan biologis,” ungkap Emma, dilansir dari laman resmi Unpad pada Selasa, 26 September 2023.
Plastik tersebut dibuat dengan cara mengekstraksi limbah cangkang udang sampai diperoleh kitosan. Emma menjelaskan, kitosan ini bersifat polikationik, sehingga dapat digunakan sebagai pelindung makanan. Tak hanya itu, kitosan juga bersifat antibakteri yang mampu mencegah makanan dirusak oleh bakteri.
Kemudian, rumput laut Kappaphycus alvarezii diolah untuk memperoleh karaginan yang berfungsi sebagai matriks penyusun atau polimer. Tim juga menggunakan nanoteknologi dengan silica dan zinc. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas plastik, sehingga uap air dan mikroba tak mudah masuk serta meningkatkan transparansi plastik.
Plastik biodegradable bikinan Emma dan timnya ini diaplikasikan sebagai pembungkus cokelat batangan yang langsung menempel pada cokelat. Setelah itu, dibungkus lagi menggunakan boks. Selain melindungi cokelat, plastik ini diyakini tak akan mengubah rasa, bau, serta warna makanan yang di dalamnya.
Tim peneliti terus melakukan uji coba terhadap produk guna meningkatkan kualitas kemasan meliputi daya tahan dan waktu simpan makanannya. “Kami uji selain untuk daya tahan, daya simpan, juga pengaruhnya pada kualitas cokelatnya,” ungkap Emma.
Emma dan tim memilih menggunakan limbah dari biomaterial laut untuk kontribusi mengurangi sampah dari hasil perikanan. Selain itu, penelitian ini juga sebagai upaya memberi nilai tambah dari biomaterial laut. "Tentu memberi nilai tambah bagi limbah, sekaligus juga meningkatkan potensi lokal,” kata Emma.
Selain cangkang udang dan rumput laut, Emma mengatakan, bahan yang dapat digunakan adalah cangkang rajungan sebagai sumber kitosan, pati singkong, dan limbah kulit ikan.
Penelitian ini berawal dari aktivitas riset di Pusat Kolaborasi Riset Biomaterial Kelautan yang menjadi hub peneliti biomaterial kelautan dari berbagai perguruan tinggi dan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dengan industri. Emma melakukan riset bersama dengan dua profesor, yakni Camellia Panatarani dari Unpad dan Danar Praseptiangga dari Universitas Sebelas Maret. Berkat inovasi yang dikembangkan, penelitian ini memperoleh hibah Kedaireka-Matching Fund tahun 2023.
Pilihan Editor: Berbagai Hal Penting dalam Seleksi PPPK Guru 2023, dari Materi Tes hingga Masa Sanggah