TEMPO.CO, Jakarta - Sudah satu dasawarsa atau 10 tahun nyamuk Wolbachia dilepaskan untuk "hidup berdampingan" dengan masyarakat Yogyakarta. Kementerian Kesehatan memilih Wolbachia sebagai salah satu strategi guna mengendalikan penyakit demam berdarah dengue atau DBD di Indonesia.
Hasilnya, menurut Kemenkes, efektif dalam menekan kasus DBD. Penggunaan nyamuk Wolbachia dapat menurunkan kasus dengue mencapai 77 persen. Di samping itu, angka rawat inap akibat dengue di rumah sakit juga dapat ditekan hingga 86 persen.
"Dalam 10 tahun terakhir ini, kami mencatat penurunan kasus yang sangat signifikan.
Sebelumnya di tahun 2016-2017, kasus yang terjadi di kota Yogyakarta mencapai lebih dari 1.700 kasus. Sementara di tahun 2023 sampai dengan minggu lalu, tercatat kasus yang terjadi di angka 67," kata Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Lana Unwanah pada Rabu, 22 November 2023.
Angka ini, kata Lana, menjadi yang terendah sepanjang sejarah di kota Yogyakarta. Selain itu, angka ini juga menjadi yang terendah nomor se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut Lana, capaian penurunan kasus yang sangat signifikan ini tidak terlepas dari peran serta dinas kesehatan, masyarakat, dan seluruh stakeholder lainnya.
"Penurunan kasus ini juga tentunya tidak terlepas dari intervensi program yang sudah dilakukan oleh Pusat Kedokteran Tropis UGM (Universitas Gadjah Mada), bersama dengan kami sebagai lahan atau lokasi pelaksanaan implementasi program yang sudah dilakukan sejak tahun 2016 sampai dengan saat ini," kata dia.
Senada dengan itu, peneliti utama di World Mosquito Program atau WMP Yogyakarta Adi Utarini juga merasa bersyukur atas pencapaian tersebut. "Alhamdulillah, perjalanan panjang dari 2011 sampai akhir 2020 di Kota Yogyakarta itu hasilnya menggembirakan," tutur Uut dalam kesempatan yang sama.
Penelitian Uut bersama tim pada awalnya bernama Eliminate Dengue Project Yogya, kemudian diganti menjadi WMP. Mereka memulai penelitian sejak 2011. “Pelepasan tahap pertama di Kota Yogyakarta berlangsung selama 7 bulan, dengan cara menitipkan ember berisi telur nyamuk ber-Wolbachia ke rumah warga,” katanya.
Pada 15 Agustus 2016, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM bersama Monash University dan Yayasan Tahija melepaskan nyamuk dengan Wolbachia di Kota Yogyakarta. Tepatnya, di Kecamatan Tegalrejo dan Wirobrajan. Namun, pelepasan pertama telah dilakukan pada 2014 secara terbatas di Kabupaten Sleman dan Bantul.
Hingga pada akhir 2020, seluruh wilayah Kota Yogyakarta telah terjangkau. Total, ada sebanyak 11.200 ember yang dititipkan kepada orang tua asuh nyamuk di seluruh Kota Yogyakarta.
Peneliti Pendamping WMP Yogyakarta Riris Andono Ahmad mengatakan Wolbachia merupakan teknologi yang aman, dengan risiko implementasi yang sangat rendah. Wolbachia, kata dia, adalah bakteri alami yang terdapat di sebagian besar serangga di dunia. Ia merujuk pada hasil kajian analisis risiko yang dilakukan secara independen oleh sejumlah ahli dari lintas bidang.
Hal itulah yang kemudian memantik kepercayaan para pemangku kebijakan dan masyarakat Kota Yogyakarta untuk mengadopsi inovasi Wolbachia.
"Bakteri ini terbukti dapat menekan replikasi virus Dengue di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti. Maka, WMP Yogyakarta melepas nyamuk ber-Wolbachia di habitat alaminya agar kawin dengan Aedes aegypti lokal tanpa Wolbachia, sehingga menghasilkan keturunan Aedes aegypti ber-Wolbachia," kata Riris.
Pilihan Editor: Kisah Lunar, Peraih Beasiswa ADik Papua di Unud yang Tertarik Belajar Budaya Jepang