TEMPO.CO, Jakarta - Kemampuan kognitif seseorang yang pernah dirawat intensif di rumah sakit saat gelombang pertama pandemi Covid-19 yang lalu tak berhasil bangkit saat ini. Kemampuan itu tetap lebih rendah daripada yang diharapkan bahkan setelah periode di rawat di rumah sakit itu telah bertahun-tahun berlalu.
"Kami menemukan rata-rata defisit kognitif tersebut ekuivalen 10 poin IQ berdasarkan pada apa yang diharapkan untuk orang seusia mereka," kata Maxime Taquet dari University of Oxford, Inggris.
Taquet dan timnya meneliti 475 orang di Inggris Raya yang pernah dirawat karena Covid-19 dan ke luar dari rumah sakit sebelum 31 Maret 2021. Mereka juga pernah menjadi bagian dari sebuah studi dengan menjalani pemeriksaan kognitif dan psikiatrik menyeluruh enam bulan setelah kepulangan masing-masing dari rumah sakit.
Taquet dkk meminta mereka untuk kembali menjalani pemeriksaan yang sama. Itu artinya dua atau tiga tahun berselang dari perawatan intensif karena infeksi akut Covid-19 yang pernah dijalani.
Hasilnya, seperti diungkap dalam jurnal Lancet Psychiatry yang terbit online 31 Juli 2024, Taquet dan timnya menemukan kalau, rata-rata, gejala depresi, kecemasan, dan rasa letih-lelah dari orang-orang tersebut memburuk jika dibandingkan dengan saat pemerikaan sebelumnya. "Lebih banyak orang yang bertambah parah daripada membaik," kata Taquet.
Secara keseluruhan, 47 persen diketahui mengalami depresi moderat sampai berat saat pemeriksaan yang kedua itu. Bandingkan dengan 34 persen saat enam bulan setelah ke luar dari rumah sakit. Sebanyak 40 persen didapati memiliki kondisi lemah dan letih moderat hingga parah dibandingkan 26 persen hasil pemeriksaan pertama.
Proporsi mereka yang divonis memiliki rasa cemas tingkat moderat sampai parah juga meningkat dari 23 menjadi 27 persen. Hasil dari tes kognitif tak berubah, dengan rata-rata defisit kognitif ekuivalen 10 poin IQ di kedua tes awal dan lanjutannya.
Karena partisipan tidak dites sebelum perawatan di rumah sakit, tidak ada kondisi awal untuk dibandingkan. "Jadinya tim membandingkan hasil-hasil yang ada dengan apa yang diharapkan untuk orang-orang pada usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan yang sama (karakter sosiodemografik yang sama) dengan para partisipan berbasis survei yang disebut Great British Intelligence Test," kata Paul Harrison, anggota tim peneliti yang berasal dari University of Oxford.
Kenapa banyak gejala itu memburuk masih belum jelas. Yang jelas, tim peneliti menemukan kalau mereka yang bergejala lebih berat saat pemeriksaan pertama akan cenderung melihat gejala itu semakin intensif dengan berjalannya waktu.
Ganti Pekerjaan
Tim juga menemukan bahwa lebih dari 25 persen partisipan telah beralih pekerjaan pasca-sakit, dengan separuh dari mereka yang ganti pekerjaan itu mengatakan melakukannya karena kondisi kesehatan.
Para peneliti menemukan hubungan yang kuat antara berubah pekerjaan itu dan penurunan kognitif, tapi tidak dengan rasa depresi, cemas, dan letih-lemah. "Dugaannya, banyak orang ganti pekerjaan lebih karena mereka tidak dapat lagi memenuhi tuntutan kognitif dari pekerjaan sebelumnya, ketimbang tak lagi kuat atau tak lagi tertarik," kata Taquet.
Dia mengakui studi yang dilakukan memiliki beberapa batasan yang cukup besar. Di antaranya adalah, dari 2500 orang yang diundang berpartisipasi dalam studi itu, hanya seperlimanya yang merespons.
NEW SCIENTIST, THE LANCET
Pilihan Editor: BNPB Tegaskan Masih Ada potensi Banjir Sepekan ke Depan di Kalimantan Timur, termasuk IKN