TEMPO.CO, Jakarta - Paparan zat kimia selama masa kanak-kanak terindikasi turut berkontribusi terhadap epidemi gangguan metabolik baru-baru ini, seperti obesitas dan diabetes tipe 2, di kalangan orang dewasa. Kesimpulan awal dari hasil riset tim peneliti Pennsylvania State University, AS, ini dipublikasikan di jurnal Environmental Health Perspectives pada Rabu, 14 Agustus lalu.
Menggunakan tikus uji, penelitian ini berfokus pada dampak 2,3,7,8 tetrachlorodibenzofuran (TCDF), salah satu polutan organik persisten (POP) yang tersebar luas sebagai produk sampingan dari pembakaran sampah, produksi logam, serta pembakaran bahan bakar fosil dan kayu. Selama ini, dampak negatif POP telah terdokumentasikan dengan baik, mencakup cacat lahir dan kanker.
"Studi kami adalah yang pertama menunjukkan bahwa paparan POP tertentu, yang disebut TCDF, di awal kehidupan juga mengganggu mikrobioma usus dan dikaitkan dengan gangguan metabolisme di kemudian hari,” kata Andrew Patterson, profesor toksikologi molekuler serta biokimia dan biologi molekuler Pennsylvania State University, dalam siaran pers yang dikutip dari website universitas.
Penelitian ini menguji dampak TCDF pada dua kelompok tikus uji. Selama lima hari, tim memberi makan tikus berusia empat minggu pada kelompok pertama dengan pil yang mengandung 0,46 mikrogram (µg) TCDF. Sebagai kontrol pengujian, kelompok tikus kedua diberi pil yang tidak mengandung TCDF. Kendati kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang biasa ditemukan dalam makanan manusia, TCDF 0,46 mikrogram tidak cukup untuk menyebabkan penyakit toksik.
Tim peneliti kemudian memeriksa mikrobioma usus tikus uji, sekaligus mencatat beberapa indikator kesehatan lainnya, seperti berat badan, toleransi glukosa, jumlah trigliserida di hati, dan lendir dalam tinja. Indikator yang menjadi penanda penyakit metabolik itu dikumpulkan selama tiga bulan sejak pemberian terakhir dosis TCDF. Pada manusia, titik waktu ini setara dengan bayi dan dewasa muda.
“Kami menemukan bahwa paparan TCDF di awal kehidupan secara permanen mengganggu mikrobioma usus tikus tipe liar,” kata Yuan Tian, penulis utama hasil riset yang juga profesor riset Pennsylvania State University. “Kami juga menemukan bahwa tikus-tikus ini memiliki berat badan dan intoleransi glukosa yang lebih tinggi pada usia empat bulan.”
Untuk mengeksplorasi lebih jauh, para ilmuwan melakukan transplantasi mikrobioma terhadap tikus yang terpapar TCDF dan mengukur hasil kesehatannya. Mereka menemukan bahwa tikus dengan transplantasi mengalami gangguan metabolisme, yang menunjukkan bahwa mikrobioma yang berubah adalah penyebab penyakit metabolik.
"Hasil ini menunjukkan bahwa paparan TCDF di awal kehidupan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi mikrobioma usus dan hasil kesehatan di kemudian hari, bahkan setelah TCDF dihilangkan dari tubuh," kata Tian.
Tian menjelaskan, gangguan mikrobioma usus ditandai dengan penurunan spesies bakteri tertentu, termasuk Akkermansia muciniphila. Bakteri ini biasanya juga ditemukan dalam mikrobioma usus manusia. "Ini penting karena Akkermansia diakui penting untuk kesehatan usus secara keseluruhan, tetapi sekarang kita tahu bahwa itu dapat terpengaruh secara negatif oleh TCDF," ujarnya.
Untuk menyelidiki pentingnya Akkermansia muciniphila dalam memengaruhi hasil kesehatan, tim bereksperimen dengan memberikan bakteri tersebut sebagai probiotik kepada tikus yang diobati dengan TCDF. Probiotik ternyata memulihkan mikrobioma ke keadaan normalnya.
“Temuan kami menunjukkan bahwa bakteri ini dipengaruhi oleh paparan racun dan memainkan peran penting dalam memediasi hasil kesehatan,” kata Patterson. “Mungkin saja dengan penelitian lebih lanjut, suatu hari nanti kita dapat memulihkan mikrobioma seseorang ke keadaan optimalnya melalui suplementasi dengan prebiotik dan probiotik.”
Kepada The EpochTimes, Patterson menyebut bahwa mungkin terlalu prematur untuk mengasumsikan dampak paparan TCDF di awal kehidupan tikus akan serupa jika terjadi pada manusia. Sehingga, menurut dia, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membuktikannya. Hal yang sudah pasti, selama ini, TCDF terakumulasi dalam rantai makanan. Manusia, utamanya, terpapar bahan kimia abadi tersebut melalui konsumsi makanan berlemak tinggi, seperti daging, produk susu, dan beberapa jenis ikan. Paparan terhadap bayi juga dapat melalui konsumsi ASI.
Pilihan editor: Detik-detik Proklamasi di IKN, Ini Daftar Nama Paskibraka 2024 Lengkap dengan Asal Provinsi