TEMPO.CO, Depok - Nur Fauzi Ramadhan boleh berbangga dengan keberhasilannya kini menyandang gelar sarjana hukum. Mahasiswa dengan disabilitas visual ini berada di antara peserta Wisuda Universitas Indonesia (UI) Semester Genap 2023/2024 di Balairung UI Kampus Depok, pada Sabtu, 24 Agustus 2024.
Nur Fauzi mengungkapkan kalau dia telah kehilangan penglihatannya dan menjadi buta total pada usia 15 tahun. Katarak kongenital yang diderita telah sebelumnya mengikis kemampuan visualnya tersebut sejak kecil. Kondisi itu pula yang memaksa Nur Fauzi mengubur cita-citanya untuk menjadi seorang dokter.
Meski begitu, Nur Fauzi tak pupus harapan untuk tetap mengejar pendidikan terbaik. Ia mempelajari ilmu hukum terkait advokasi, yang mencakup kebijakan, hak masyarakat rentan seperti difabel, serta perkara pengadilan di Program Sarjana Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UI.
"Saya pilih FHUI karena fakultas ini telah menghasilkan embrio-embrio juris, policy makers, atau pun tokoh berpengaruh di dunia," katanya melalui keterangan tertulis, Senin 26 Agustus 2024.
Dia juga menyatakan bahwa bagi orang yang memiliki disabilitas, kesempatan belajar di FHUI merupakan peluang yang sangat baik. Nur Fauzi mengaku bisa optimal menempuh pendidikan dengan cara dilatih berpikir kritis, bertanggung jawab, dan peka terhadap fenomena sekitar, terutama terkait hukum dan kebijakan. Hal itu karena teman-teman mahasiswa dinilainya sangat kooperatif.
"Para dosen juga memberikan peluang yang sama bagi saya untuk berkembang tanpa membedakan status disabilitas,” tuturnya.
Pengalaman berdialektika di kelas, bertemu langsung dengan tokoh bangsa, serta terlibat pada aktivitas lainnya—seperti advokasi kebijakan untuk penyandang disabilitas—juga dirasakannya saat menempuh pendidikan. Selain kegiatan akademik, ia juga menjadi peserta terpilih di Sekolah Staf Presiden 2023 oleh Kantor Staf Presiden dan delegasi Indonesia untuk Asian Blind Youth Summit di Manila, Filipina, Desember lalu.
Seluruh upaya tersebut kini membuahkan hasil. Nur Fauzi dinyatakan lulus dari UI dengan predikat cumlaude dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,65. Ia mengatakan, “Semoga bisa menginspirasi, terutama teman-teman penyandang disabilitas yang memiliki cita-cita mengenyam pendidikan setinggi mungkin," katanya sambil berterima kasih kepada semua yang telah membantu dan mendoakannya.
Nur Fauzi kini bercita-cita menjadi pakar hukum disabilitas yang diakui secara internasional. Pergerakan kesetaraan akan hak-hak penyandang disabilitas, menurutnya, perlu mendapat perhatian, terutama hukum disabilitas yang berhubungan perubahan zaman, seperti perkembangan transportasi dan artificial intelligence (AI).
"Untuk itu, Indonesia perlu membangun relasi dengan policy makers, orang atau lembaga penyandang disabilitas, serta tokoh nasional dan internasional yang memiliki dedikasi terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas."
Nurlailah, ibunda Nur Fauzi, menyampaikan bahagia atas prestasi yang diraih anaknya. Menurutnya, seluruh capaian sang anak merupakan buah dari perjuangan yang panjang dan pantang menyerah. “Di balik kekurangan, pasti ada kelebihan. Semua yang ada di sekeliling kamu hanya bisa mendukung, tetapi yang menentukan adalah dirimu sendiri,” ujarnya mengulangi pesan untuk Nur Fauzi.
Pilihan Editor: Aksi Wisudawati UI Serukan Kawal Putusan MK dari Atas Panggung Pakai Kain Bendera